Seperti yang sahabat ketahui, begitu banyak tradisi di bulan Ramadan. Berbagai tradisi ini sesungguhnya bukan hal yang bertetangan dengan syariah. Justru malah sebenarnya didasari oleh dalil-dalil syariah, namun dasar itu tidak secara langsung memerintahkan untuk dikerjaan secara khusus di bulan Ramadhan.
Kekeliruan yang dikhawatirkan terjadi adalah adanya anggapan bahwa semua ini sebuah perintah yang khusus untuk dikerjakan pada bulan Ramadhan, padahal tidak. Di antara yang termasuk dalam kategori ini adalah tradisi saling bermaafan dengan sesama keluarga, teman dan handai taulan. Selain itu ragam tradisi di bulan Ramadan atau setelahnya ada tradisi saling berkunjung, bertukar hadiah, mengucapkan tahniah hingga tradisi berziarah kubur.
Ragam Tradisi di Bulan Ramadan
1. Saling Bermaaf-maafan
Tradisi untuk saling bermaaf-maafan adalah tradisi yang sangat baik. Sebab jarang-jarang kita punya suasana dimana semua orang siap dan secara terbuka tidak malu-malu untuk meminta maaf kepada orang lain.
Dan tidak setiap saat orang-orang mau memaafkan kesalahan orang lain dengan rela dan ikhlas. Sebenarnya meminta maaf dan memberi maaf kepada orang lain adalah pekerjaan yang sangat dianjurkan dalam agama.
Semua ulama sepakat akan hal ini, termasuk yang membid’ahkannya bila dilakukan menjelang Ramadhan atau di hari Raya Fithr. Syariat Islam sangat kaya dengan dalil-dali yang bersifat umum, yang memerintahkan kita untuk saling bermaafan.
Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS Al-A’raf: 199)
2. Saling Berkunjung
Budaya dan tradisi saling bersilaturrahim dengan saling berkujung dengan sesama keluarga, teman, kerabat adalah budaya yang amat baik. Sebab dengan bermuwajahah (bertemu muka), segala hal yang mengganjal akan segera hilang dan sirna, berganti dengan keberkahan.
Buat sebagian keluarga di negeri ini, budaya saling mengunjungi, baik menjelang Ramadhan atau pun pada Hari Raya Idul Fithr adalah budaya yang sudah sangat melekat. Ada banyak nash-nash syariat Islam yang menganjurkan dan memerintahkan kita untuk mengerjakannya, namun dari semua itu tidak ada satu pun yang langsung terkait dengan momentum Ramadhan atau Idul Fithr.
Kesimpulannya, berkunjung itu adalah bagian dari ibadah yang pastinya mendatangkan pahala dan kebaikan, namun tidak hanya dikhususkan untuk dikerjakan menjelang bulan Ramahdan atau Idul Fithr. Yang terakhir ini hanya sekedar budaya saja.
Baca juga: 3 Amalan Jelang Akhir Ramadan yang Harus Dihidupkan
3. Pulang Mudik
Pulang mudik yang hiruk pikuk pada setiap bulan Ramadahn dan hari Raya Idul Fithr, sebenarnya kalau dicarikan dalil yang memerintahkan secara langsung, tidak akan bisa ditemukan. Kalau sekedar berkumpul bersama keluarga, menyambung tali silaturrahim, bisa saja dilakukan di luar kesempatan bulan Ramadhan dan hari Raya Idul Fithr.
4. Saling Bertukar Hadiah
Sudah menjadi salah satu tradisi bangsa kita untuk saling bertukar hadiah, khususnya menjelang datangnya bulan Ramadhan atau Idul Fitri. Walau pun kita tidak menemukan dalil yang secara khusus memerintahkan bertukar hadiah menjelang Ramadhan atau Idul Fitri tersebut. Yang ada hanya dalil-dalil secara umum bahwa kita dianjurkan kapan saja, tanpa harus menunggu Ramadhan atau Idul Fithri untuk melakukannya.
Di antara dalil yang mendasarinya adalah sabda Rasulullah SAW yang masyhur berikut ini :
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai.” (HR Al-Bukhari)
5. Saling Mengucapkan Tahniah
Tradisi saling mengucapkan tahniah atau ucapan selamat selama bulan Ramadhan dan Idul Fithri sudah sangat populer di masyarkat kita. Entah siapa yang lebih dahulu memulainya. Yang jelas budaya itu bermanfaat karena tahniah itu biasanya berupa salam penghormatan, doa dan sekaligus dikemas dalam bentuk permohonan maaf, masih ditambah dengan kata lahir dan batin.
6. Melakukan Ziarah Kubur
awalnya Rasulullah SAW mengharamkan ziarah kubur. Alasannya saat itu karena para shahabat masih belum terbiasa untuk berziarah kubur tanpa melakukan kemusyrikan. Mengingat sebelum memeluk Islam, orang-orang Arab sudah terbiasa menyembah kuburan, meminta dan berdoa serta memberikan berbagai persembahan kepada ruh yang ada di dalam kubur.
Sehingga Rasulullah SAW melihat sebaiknya ziarah kubur itu dilarang terlebih dahulu. Setelah bertahun-tahun berjalan, dan kedalaman iman dan aqidah para shahabat dianggap telah kokoh dan mantap, tanpa ada resiko jatuh kepada jenis-jenis kesyirikan dalam kubur, akhirnya kemudian ziarah kubur itu dibolehkan kembali.
Beliau dalam hal ini bersabda “Dahulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang berziarah lah.” (HR. Muslim)
Referensi: Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih Kehidupan (5) : Puasa. Jakarta: DU Publishing