3 Cara Mengetahui Masuknya Bulan Ramadan
Ada tiga cara mengetahui masuknya bulan Ramadan, yaitu:
Pertama, dengan melihat munculnya bulan sabit di awal bulan (ru’yatul hilaal).
Allah berfirman:
“…Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain…”
Rasulullah bersabda:
صُوْمُوا لِرُؤْيَتِهِ.
Puasalah karena melihat hilal.
Jadi orang yang melihat sendiri kemunculan hilal tersebut wajib berpuasa.
Cara mengetahui masuknya bulan Ramadan
Kedua, adanya kesaksian seseorang yang melihat bulan sabit (hilaal) atau adanya pemberitahuan tentang kemunculan bulan tersebut.
Maka seseorang harus mulai berpuasa berdasarkan penglihatan orang yang lain yang adil dan mukallaf. Adil artinya tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela yang menghilangkan wibawa. Adapun mukallaf adalah orang yang memenuhi syarat untuk dibebani hukum syara’.
Pemberitahuan akan munculnya hilaal tersebut cukup untuk menjadi bukti. Hal ini berdasarkan kata-kata Umar bin Khathab ra:
Orang-orang mengintai kemunculan hilaal, lalu saya memberitahu Rasulullah bahwa saya melihatnya. Kemudian Nabi berpuasa dan memerintahkan orang- orang untuk berpuasa. (HR Abu Dawud dan yang lain, serta disahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim).
Cara mengetahui masuknya bulan Ramadan
Ketiga, menyempurnakan jumlah bulan Sya’ban sebanyak tiga puluh hari.
Hal ini dilakukan jika pada hari ketiga puluh bulan Sya’ban bulan sabit tidak terlihat, baik karena adanya sesuatu yang menghalanginya, seperti awan, debu dan hal-hal lain yang sejenis, atau juga jika tidak ada yang menghalangi.
Hal ini sebagaimana diterangkan oleh sabda Nabi :
Sesungguhnya jumlah hari dalam satu bulan adalah dua puluh sembilan. Maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilaal, jangan pula berhenti berpuasa hingga melihatnya. Apabila kalian tidak melihatnya karena tertutup awan, maka hitunglah bulan itu.
Maksud sabda Rasulullah. hitunglah bulan itu, adalah sempurnakanlah jumlah bulan Sya’ban sebanyak tiga puluh hari. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam Hadis yang diriwayatkan dari abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah pernah bersabda:
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَعَدُّوْا ثَلَاثِيْنَ.
Apabila tertutup awan, maka hitunglah harinya sebanyak tiga puluh
Baca juga: Penjelasan, Dalil dan Hikmah Puasa Ramadhan
Setiap muslim yang memenuhi syarat sebagai mukallaf dan mampu melaksanakannya, wajib menunaikan puasa bulan ramadhan ini. Puasa tidak diwajibkan atas orang kafir dan jika ia menunaikannya maka puasanya tidak sah. Apabila ia masuk Islam di tengah-tengah bulan Ramadhan, maka ia harus berpuasa pada sisa hari bulan Ramadhan tersebut, sedangkan yang terlewati ketika ia masih kafir tidak wajib diganti.
Puasa ini tidak wajib atas anak kecil. Namun, jika seorang anak kecil yang sudah mumayiz (bisa membedakan antara satu benda dengan benda lainnya) melakukannya, maka puasanya sah dan terhitung sebagai kesunahan baginya.
Puasa Ramadan juga tidak wajib bagi orang gila. Apabila ia berpuasa ketika gila, maka puasanya tidak sah karena ia tidak berniat untuk melakukannya.
Orang sakit dan orang yang dalam perjalanan yang tidak mampu menunaikan puasa bulan Ramadan tidak wajib menunaikannya pada bulan tersebut. Akan tetapi, mereka harus menggantinya setelah sembuh dan ketika tidak dalam perjalanan. Allah berfirman:
Barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari- hari yang lain. (al-Baqarah: 184)
Kewajiban berpuasa ini mencakup orang yang menetap di dalam negerinya dan orang yang dalam perjalanan, orang sehat dan orang sakit, wanita yang dalam keadaan suci dan yang dalam keadaan haid serta nifas, juga orang yang pingsan. Mereka wajib berpuasa karena perintah puasa ini ditujukan kepada mereka semua. Hal ini adalah agar mereka meyakini bahwa kewajiban puasa ini menjadi tanggungan mereka semua, sehingga mereka mempunyai tekad untuk menunaikannya, baik pada bulan Ramadan itu juga atau menggantinya.
Jadi, ada orang-orang yang diwajibkan untuk berpuasa langsung pada bulan Ramadan itu juga, yaitu orang yang sehat yang menetap di negerinya, kecuali wanita yang haid dan nifas. Ada juga yang hanya diwajibkan untuk menggantinya, yaitu para wanita yang haid dan nifas, serta orang sakit yang hanya mampu menggantinya. Ada juga yang diberi pilihan antara dua hal, yaitu orang yang dalam perjalanan dan orang sakit yang bisa berpuasa namun harus bersusah payah walaupun tidak khawatir akan semakin parah atau wafat.
Barang siapa tidak berpuasa karena sebab-sebab yang dibenarkan syarak, kemudian sebab tersebut hilang pada siang hari, seperti orang musafir yang sampai pada siang hari. wanita yang haid dan nifas yang suci di siang hari, orang kafir yang masuk Islam pada siang hari, orang gila yang sembuh dari gilanya atau anak kecil yang masuk balig, maka mereka semua wajib menahan diri dari makan, minum dan lainnya tiba waktu berbuka, dan mereka wajib menggantinya.
Daftar Pustaka: Al-fauzan, Saleh bin. 2020. Ringkasan Fiqih Islam (Ibadah & Muamalah) Yogyakarta: Penerbit Mueeza.