“Tahukah sahabat, apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?”
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang. Hal-hal tersebut wajib diketahui oleh setiap muslim, karena dengan mengetahuinya mereka dapat menghindari, menjaga serta mengamankan puasanya dari hal-hal yang merusaknya.
Perhatikan Hal-hal yang Membatalkan Puasa!
1. Jika seseorang bersetubuh di saat berpuasa maka seketika itu puasanya menjadi batal, sehingga ia harus menggantinya dan harus membayar kafarat. Kafarat yang harus ia bayar adalah membebaskan seorang budak. Apabila tidak menemukan atau tidak memiliki harta untuk menggantikannya, maka ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Apabila tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut karena adanya uzur yang dibenarkan syarak, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin, setiap orang setengah sha’ dari makanan pokok di negerinya.
2. Mengeluarkan mani karena mencium, menyentuh, berulang kali melihat istri atau perempuan lain, atau juga karena melakukan onani. Apabila hal ini terjadi pada seseorang, maka puasanya menjadi batal dan ia harus menggantinya tanpa harus membayar kafarat, karena kafarat khusus dibayar oleh orang yang bersetubuh di siang hari.
3. Seseorang yang tidur lalu mengeluarkan mani, puasanya tetap sah dan tidak batal. Ia juga tidak mempunyai tanggungan apa-apa, karena hal tersebut terjadi di luar kehendaknya, akan tetapi ia tetap wajib mandi janabah.
Baca juga: Kapan Batas Waktu Puasa dalam Sehari?
4. Makan dan minum dengan sengaja.
Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam firmanNya:
“dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. ” (Al-Baqarah: 187).
Orang yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya tetap sah. Dalam sebuah Hadis disebutkan:
Barang siapa makan dan minum dalam keadaan lupa, maka itu tidak mempengaruhi puasanya, karena sesungguhnya ia diberi makan dan minum oleh Allah.
5. Termasuk yang membatalkan puasa adalah memasukkan air dan sejenisnya ke dalam hidung hingga sampai ke dalam perut seperti menghirup-, memasukkan zat makanan melalui infus dan menyuntikkan darah ke dalam tubuh. Semua ini membatalkan puasa karena dapat menguatkan tubuh seseorang. Termasuk yang membatalkan puasa juga adalah memasukkan obat penguat ke dalam tubuh melalui suntikan, dan ini sama dengan makanan.
Suntikan yang bukan untuk menguatkan tubuh, hendaknya juga dihindari oleh seseorang yang sedang berpuasa. Hal ini demi menjaga puasanya dan karena sabda Rasulullah SAW.
“Tinggalkan sesuatu yang membuatmu ragu dan ambillah yang tidak meragukanmu.”
6. Mengeluarkan darah dari dalam tubuh karena dibekam, fashad (mengeluarkan darah dari tempat tertentu untuk pengobatan), atau mengeluarkan darah untuk didonorkan. Semua ini membatalkan puasa.
Mengeluarkan sedikit darah untuk diperiksa misalnya, maka tidaklah membatalkan puasa. Demikian juga apabila mengeluarkan darah dengan tanpa sengaja, seperti mimisan, terluka atau copot gigi.
7. Termasuk yang membatalkan puasa adalah muntah dengan disengaja. Artinya dengan sengaja mengeluarkan isi perut. Jika tidak disengaja maka tidak mempengaruhi puasanya. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam sabda Rasulullah:
“Orang yang muntah dengan tidak sengaja, maka ia tidak harus mengganti puasanya. Orang yang muntah dengan disengaja, maka ia harus menggantinya.”
Maksud dzara’ahul qai’u sebagaimana dalam hadis di atas adalah muntah tanpa disengaja, sedangkan istaqaa`a artinya menyengaja untuk muntah.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
8. Orang yang berpuasa hendaknya tidak memakai celak, obat tetes mata dan sebagainya demi menjaga puasanya. Orang yang berpuasa tidak berlebihan dalam berkumur dan menghirup air dengan hidung (istinsyaaq), karena khawatir air yang ia gunakan untuk berkumur dan beristinsyaaq masuk ke dalam perutnya. Rasulullah bersabda:
“Bersungguh-sungguhlah dalam ber-istinsyaaq, kecuali jika engkau berpuasa.”
Menggunakan siwak tidak mempengaruhi puasa seseorang, dan ia tetap dianjurkan untuk memakainya baik sedang berpuasa maupun tidak; baik ketika permulaan siang maupun pada sore hari, dan inilah pendapat yang benar. Jika ada debu atau lalat masuk ke dalam tenggorokan seseorang maka puasanya tidak batal.
9. Orang yang berpuasa wajib menjauhi dusta, ghibah dan mencaci. Apabila ada orang lain yang menyerangnya, maka sebaiknya ia berkata: Aku sedang berpuasa.
Banyak orang yang ketika berpuasa dengan mudah dapat menahan diri mereka dari makan dan minum, akan tetapi sulit meninggalkan kata-kata dan perbuatan buruk yang biasa mereka lakukan. Oleh karena itu beberapa kalangan salaf berkata, Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum.
Setiap muslim harus bertakwa dan takut kepada Allah, merasakan keagunganNya serta merasakan pengawasanNya dalam setiap waktu dan kondisi. Ia hendaknya memelihara puasanya dari hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa tersebut, sehingga puasanya pun menjadi sah dan sempurna.
Hendaknya orang yang berpuasa selalu berzikir dan banyak membaca Alquran, serta banyak mengerjakan salat sunah. Para kalangan salaf apabila sedang berpuasa mereka duduk-duduk di masjid dan mengatakan: Kami menjaga puasa kami dan kami tidak mau membicarakan aib orang lain. Rasulullah bersabda:
“Barang siapa tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan buruk maka Allah tidak peduli dengan upaya meninggalkan makanan dan minuman.”
Semua hal di atas diwajibkan atas orang yang berpuasa, karena mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang dibolehkan ketika tidak berpuasa, tidak akan terwujud tanpa terlebih dahulu meninggalkan hal-hal yang diharamkan dalam setiap kondisi, seperti berbohong, berbuat zalim dan melanggar hak-hak orang lain, baik darah, harta maupun kehormatannya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah berkata:
Orang yang berpuasa tetap dalam keadaan ibadah selama tidak membicarakan (ghibah) dan tidak menyakitinya.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., bahwa Rasulullah bersabda:
“Tidaklah berpuasa orang yang tetap memakan daging manusia.”
Orang yang berpuasa wajib meninggalkan hal-hal yang diperbolehkan ketika tidak berpuasa, maka tentunya meninggalkan hal-hal yang diharamkan dalam setiap kondisi lebih diwajibkan lagi, sehingga ia termasuk orang-orang yang benar-benar berpuasa.
Daftar Pustaka: Al-fauzan, Saleh bin. 2020. Ringkasan Fiqih Islam (Ibadah & Muamalah) Yogyakarta: Penerbit Mueeza