Kisah Disyariatkannya Qurban

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

Beberapa abad yang lalu, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim as. untuk membawa istrinya (Ibunda Hajar) dan anaknya (Nabi Ismail as) ke Mekkah di tempat yang nantinya dibangun Ka’bah. Namun setelah sampai, Nabi Ibrahim as. kembali ke Syam meninggalkan istri dan anaknya yang masih sangat kecil. Ibunda Hajar pun bertanya-tanya, namun akhirnya ia mengetahui bahwa ini merupakan perintah Allah.

Sepeninggal Nabi Ibrahim as, beliau pun pergi ke suatu bukit seraya berdoa kepada Allah. Yang artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Qs. Ibrahim: 37)

Setelah berhari-hari, pasokan makananpun mulai habis hingga membuat air susu sang ibunda mengering. Ibunda Hajar pun berlari dengan langkah kecil ke bukit Shafa. Kemudian berpindah ke bukit Marwah. Sayangnya, belum nampak apapun. Hingga ia mengulangnya sebanyak 7 kali. Pada detik-detik itulah, Allah SWT menurunkan pertolongannya dengan memunculkan sumber air di dekat kaki kecilnya sang anak, yaitu Nabi Ismail as. Kini air tersebut dinamakan air zam-zam.

Tanpa terasa, sang bayipun tumbuh besar. Hingga akhirnya Nabi Ibrahim menjemput kembali anak dan istrinya. Namun setelahnya, Nabi Ibrahim as. mendapatkan peritah untuk menyembelih anaknya melalui mimpi.

Tertulis dalam Al-Qur’an, artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 102)

Namun sebelum disembelih, Nabi Ismail memiliki 2 permintaan. Pertama, diikat dengan tali agar tak meronta. Kedua, pisau diasah dengan tajam agar tidak merasakan rasa sakit. Tak hanya itu, Nabi Ismail pun meminta untuk memberikan pakaian terakhirnya kepada sang ibu untuk dijadikan kenang-kenangan. Sampai pada titik pasrah, turunlah ayat berikut:

“Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (Qs. As-Saffat: 104-107)

Kisah inilah yang kemudian menjadi awal perintah berqurban. Darinya kita dapatkan pelajaran, bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan ketulusan dan Allah dijadikan prioritas utama di atas segala-galanya.

Semangat yuk yang mau berqurban!

More
articles