“Apa maksud pengertian Ibnu Sabil dalam zakat? Ibnu Sabil seperti apa yang berhak memperoleh zakat?”
Pengertian Ibnu Sabil dalam Zakat
Menurut mayoritas ulama, lbnu Sabil adalah kinayah dari musafir yang bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain. Imam ath-Thabari meriwayatkan dari Mujadihid yang berpendapat bahwa ibnu sabil berhak atas zakat baik dia berkecukupan maupun fakir. Begitu pula yang disampaikan oleh Ibnu Zayd.
Al-Qur’an menyebutkan lafazh ibnu sabil sebanyak 8 kali dalam siyaq atau posisi ihsan kcpada musafir. Dalam surat al-Makki atau yang turun di Mekkah, Allah Swt. berfirrnan dalam surat Al-Isra’ (17): 26,
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”
atau dalam surat lainnya,
“Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS. Ar-Rum: 38)
QS Al-Baqarah [2]: 215; QS An-Nisa’ [ 4]: 36; QS Al-Anfal [8]: 41; QS Al-Hasyr [59]: 7; QS At-Taubah [9]: 60.
Baca juga: 8 Golongan Penerima Zakat dan Penjelasannya
Di samping itu, bagi Ibnu Sabil Allah Swt. juga memberikan bagian lain selain zakat, yaitu sedekah
sebagaimana firman-Nya,
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Pengertian Ibnu Sabil dalam Zakat dan Beberapa Jenis Perjalanan Ibnu Sabil
Sebagaimana yang diterangkan bahwa Al-Qur’an menjelaskan ibnu sabil sebanyak 8 kali yang menunjukkan perhatian besar Al-Qur’an tentang ibnu sabil. Pada saat yang sama Islam juga menganjurkan safar dan melakukan perjalanan di muka bumi sebagaimana yang dikakukan oleh musafir. Dalam Al-Qur’an, anjuran untuk bepergian terdiri dari beberapa jenis perjalanan berikut.
1) Bepergian untuk mencari maisyah atau pendapatan, sebagaimana firman Allah Swt.,
“…maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)
2) Perjalanan dalam rangka mencari ilmu dan melihat tanda kekuasaan Allah Swt di muka Bumi.
Allah Swt. berfirman,
“Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Ankabut: 20)
Rasulullah Saw. bersabda,
“Barangsiapa yang menempuh jalan sebagai pencari ilmu, maka Allah Swt. akan memudahkan jalannya ke surga.” (al-Mundziri mengatakan dalam Targhib wa Tarhib, hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab, al-Ilmu, Targhib fi Rihlah fi Thalabal Ilmi).
3) Perjalanan yang dianjurkan oleh Islam adalah dalam rangka jihad fisabilillah untuk mengamankan dakwah dan membela umat Islam. Allah Swt. berfirman,
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)
Allah Swt. memberikan janji pahala kepada para mujahid, Rasulullah Saw. bersabda, “Bepergian dalam rangka jihad fisabilillah itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR Bukhari dalam kitab al-Jihad)
4) Bepergian yang dianjurkan oleh Islam dalam rangka menunaikan rukun Islam yang kelima, yaitu ibadah haji.
Allah swt. berfirman,
“…barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Bentuk-bentuk perjalanan tersebut dianjurkan oleh Islam guna merealisasikan target-target yang mulia di antaranya untuk memperkokoh ajaran Islam. Di samping itu, adanya perhatian Al-Qur’an terhadap orang yang safar atau sedang dalam perjalanan khususnya mereka yang kehabisan bekal. Oleh karena itu, Al-Qur’an memerintahkan kepada umat Islam untuk menolong mereka dan memberikan bagian zakat mal kepada mereka. Hal ini merupakan anjuran untuk melakukan perjalanan yang jauh dalam rangka tujuan-tujuan yang diperbolehkan dalam Islam dan memuliakan mereka dalam perjalanannya.
Referensi: Sahroni, dkk. (2020). Fikih Zakat Kontemporer. Depok: Rajawali Pers