10 Pengaruh Zakat Bagi Mustahik dan Muzakki (Bagian I)
macam-macam zakat

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

Ketika zakat diperintahkan dalam Islam, maka sesungguhnya ada banyak manfaat dan pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki.

Pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

  1. Membuat harta menjadi berkah

pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

Salah satu janji Allah SWT khususnya terhadap para muzaki adalah bahwa harta yang sudah ditunaikan zakatnya akan bertambah, sebagaimana firman Allah Swt.,

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. (QS Al-Baqarah [2]: 276).

Jadi, bunga menjadi sah dan diperbolehkan sebagai ketidakseimbangan dari Allah SWT atas setiap zakat, sedekah, dan infak. Bunga dan ketidakseimbangan yang berlipat-lipat itu disebut keberkahan dan harta zakatnya disebut harta yang berkah. Menurut Dr. Qardhawi, orang yang berzakat mengeluarkan jumlah yang sedikit, tetapi ketidakseimbangan yang didapatkan dari Allah SWT banyak dan berlipat-lipat.

Orang yang berzakat dan membantu para dhuafa akan didoakan oleh mereka (para mustahik). Sekaligus bantuan doa mereka kepada Allah Swt. agar harta mereka berkah. Orang yang terbiasa berzakat dan membantu para dhuafa akan mendapatkan tempat di hati para dhuafa, mendapatkan simpati dari masyarakatnya, dan pada saat yang sama mendapatkan kepercayaan. Kepercayaan itu adalah modal besar untuk meningkatkan kapasitas dan usaha para muzaki.

Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw memberikan istilah khusus untuk harta yang sudah ditunaikan zakatnya dan harta yang belum ditunaikan zakatnya. Harta yang sudah ditunaikan zakatnya adalah harta bersih karena sudah tidak ada hak fakir-miskin dalam harta tersebut, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an,

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. (QS At-Taubah [9]: 103).

Harta yang bersih ini disebut juga dengan harta yang berkah. Sebaliknya, harta yang tidak ditunaikan zakatnya sebagai harta yang kotor dan bernoda karena sebagian harta tersebut bukan miliknya, melainkan milik fakir-miskin dan hak para dhuafa. Orang yang tidak menunaikan zakatnya, seperti menahan dan mengambil hak orang lain, hartanya tidak bersih. Harta yang tidak bersih ini disebut juga dengan harta yang tidak berkah.

Pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

2.Supaya Tidak Ada Hasad

pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

Salah satu tujuan berzakat adalah mengikis rasa dengki, iri, dan kebencian (al-Hasad wal-Karahiah) para dhuafa terhadap orang-orang kaya di sekelilingnya. Karena setiap orang atau pihak yang fakir, sedangkan banyak orang mampu di sekelilingnya yang tidak acuh tanpa perhatian terhadap kondisi mereka, menimbulkan rasa kebencian dan iri terhadap orang-orang kaya tersebut.

Dengki dan kebencian adalah penyakit sosial yang berbahaya dan berbuah masalah-masalah lain di masyarakat. Ketika para aghniya tidak mengeluarkan zakatnya untuk para mustahik, maka akan timbul kebencian kepada para orang kaya, karena mereka dianggap menjadi penyebab kefakiran dan kepapaan yang dialami para dhuafa. Selanjutnya, sangat mungkin timbul perasaan dengki dan berpikir tidak baik terhadap orang-orang kaya. Di sinilah mulai timbul masalah- masalah sosial.

Akhirnya, hubungan antara para dhuafa dengan para aghniya menjadi tidak baik. Kondisi ini tidak sesuai dengan masyarakat ideal menurut islam yang dibangun berdasarkan ukhuwah islamiyah.

Bagaimana Islam menyikapi masalah sosial ini? Sesungguhnya Islam. tidak melihat masalah kedengkian sebagai penyakit yang berdiri sendiri, tetapi melihatnya sebagai akibat dari penyakit lain, yaitu keengganan para aghniya untuk mengeluarkan sebagian harta mereka.

Karena itu Islam memerintahkan para aghniya untuk berzakat. Umat Islam diwajibkan berusaha agar para aghniya berempati untuk mengeluarkan zakatnya dan mendistribusikannya secara merata kepada kaum dhuafa agar orang yang menganggur bisa bekerja, yang berutang bisa terlunasi utangnya, dan ibnu sabil bisa kembali kepada keluarganya, sehingga mereka merasa bagian dari masyarakat yang telah membantu mereka dan menolongnya hingga menjadi berdaya.”

Pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

  1. Mengikis Kekikiran

 

pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

Salah satu target kewajiban berzakat (zakat al-Maal) adalah mengikis sifat kikir pada diri muzaki (pihak yang mengeluarkan zakat). Maka setiap pihak yang mampu dan telah menunaikan hak atas harta yang dimilikinya sudah mendermakan sebagian hartanya untuk orang lain yang berhak (mustahik).

Sifat kikir itu potensial menimpa setiap orang termasuk yang berkecukupan karena setiap orang memiliki kecenderungan dan kecintaan terhadap dunia dan kekayaan pada khususnya. Kecenderungan ini adalah fitrah yang ada pada setiap manusia tanpa terkecuali, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an.

Kecintaan terhadap kekavaan tersebut bisa berubah menjadi kecintaan yang berlebihan hingga menganggap setiap hasil upaya adalah hartanya semata; tidak bisa diinfakkan dan disedekahkan kepada orang lain. Inilah sifat kikir yang muncul karena rasa memiliki dan mencintai harta yang berlebihan. Allah SWT. menjelaskan tentang sifat kikir ini dalam firman-Nya,

“Dan manusia itu memang sangat kikir.” (QS Al-Isra [17]: 100).

Sesungguhnya, kikir adalah penyakit sosial yang berbahaya bagi individu, keutuhan keluarga, masyarakat, bahkan negara. Tingginya angka kemiskinan, tingginya angka para dhuafa, melebarnya tingkat kesenjangan sosial, dan banyaknya anak putus sekolah karena masalah ekonomi adalah sebagian kecil fenomena yang muncul karena sifat kikir para aghniya yang enggan berempati dan memberikan sedikit dari yang dimilikinya untuk yang berhak.

Pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

  1. Agar Para Dhuafa Berdaya

pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

Salah satu tujuan berzakat adalah agar para penerima zakat (mustahik) bisa mencukupi kebutuhan dasarnya (asasinya), sehingga tidak lagi kekurangan. Setiap ada orang kaya dan wajib zakat, sebagian hartanya akan terdistribusikan dan mengalir kepada para dhuafa, sehingga mengikis jumlah para dhuafa jika zakat diterapkan secara optimal. Mustahik menjadi berkecukupan adalah sesuatu yang diamanahkan.

Dalam firman Allah SWT: Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan. Maka terhadap anak yatim, janganlah berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardiknya. (QS Adz-Dhuha [93]: 8-10).

Jika setiap Muslim diperintahkan oleh Islam agar hidup berkecukupan dan bisa menunaikan tugas-tugasnya sebagai khalifah dan hamba Allah Swt. dengan optimal, maka begitu pula dengan para dhuafa. Mereka juga harus dibantu agar berkecukupan dan bisa menunaikan amanahnya sebagai hamba Allah Swt. dengan optimal. Menurut Dr. Qardhawi kebutuhan dhuafa yang harus dipenuhi meliputi kebutuhan asasi materi, kebutuhan akidah, dan kebutuhan keilmuan.

Baca juga: 6 Urgensi Zakat Bagi Kehidupan Manusia

Pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

  1. Agar Tidak Ada Kesenjangan

pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki

Perbedaan tingkat kekayaan dan sosial di masyarakat menjadi fenomena yang lumrah karena tingkat kemampuan dan skill setiap orang berbeda-beda. Perbedaan pendapatan ini bersifat alami dan sesuai dengan Strah. Akan tetapi, jika perbedaan antara kaum aghniya dan para dhuafa itu sudah jauh, maka perbedaan vang lumrah tersebut telah menjadi kesenjangan sosial vang dilarang dalam Islam.

Banyak para aghniya dengan fasilitas hidup mewah di satu sudut, sedangkan di sudut vang lain, para dhuafa menjalani kehidupannya di bawah kolong jembatan dan di pinggir-pinggir jalan kereta api. Itu fenomena yang tidak boleh terjadi dan harus diselesaikan menurut Islam karena bertentangan dengan prinsip distribusi (tauzi’) kekayaan itu harus didistribusikan kepada seluruh masyarakat.

Salah satu instrumen agar harta bisa terdistribusi tersebut adalah zakat dengan adanya pengalihan kekayaan dari kaum aghniya kepada kaum dhuafa. Setiap ada orang kaya, maka sebagian hartanya secara otomatis akan mengalir kepada orang miskin. Dengan begitu, terjadi distribusi yang merata sesuai amanah/taujih dalam ayat di atas.

Dalam Islam, zakat yang dimaksud tidak sekadar menyelesaikan peran charity, di mana zakat disalurkan dalam bentuk bantuan langsung, diterima, dan dikonsumsi habis oleh para dhuafa karena pola ini hanya bisa menyelesaikan kemiskinan secara temporal. Idealnya adalah dengan menyalurkan zakat dalam bentuk program.

program pemberdayaan sehingga kaum Muslim diberdayakan, sehingga mandiri dan berdaya dan tidak lagi berstatus mustahik. Misalnya, dengan memberikan bantuan skill atau modal usaha kemudian dibimbing hingga usahanya berjalan baik. Hal ini sesuai dengan maqashid (juziyah) dari zakat agar memperbanyak pemilik usaha, bukan karyawan.

Referensi: Sahroni, dkk. (2020). Fikih Zakat Kontemporer. Depok: Rajawali Pers

More
articles