Terdapat pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki. Karena pada dasarnya perintah Allah disyariatkan semata-mata untuk kemaslahatan dan kebaikan manusia itu sendiri. Oleh karenanya, pahala yang diperoleh bagi muzakki juga tak main-main.
Lalu, apa pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki?
Sebelumnya baca dulu: 10 Pengaruh Zakat Bagi Mustahik dan Muzakki (Bagian I)
Pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki
- Teladan dalam Bersedekah
Ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadis telah membahas konsepsi zakat dengan tuntas. Selanjutnya, Rasulullah Saw dan para sahabatnya, sebagai generasi didikan Rasulullah Saw, mempraktikkannya sebagai model agar mudah diteladani dan dicontoh. Dalam berinfak, banyak sekali kisah menakjubkan yang diperlihatkan sahabat yang menunjukkan mereka adalah hartawan dan dermawan.
Sahabat Umar Ibn Al-Khattab menjelaskan, “Suatu hari Rasulullah Saw. memerintahkan kami untuk berinjak dan aku mentransfer perintahnya. Aku berkata. Hari ini, aku menyembunyikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Kemudian aku datang kepada Rasulullah Saw. membawa setengah hartaku sebagai sedekah. Rasulullah SAW telah kehilangan, Apa yang kamu sisakan untuk keluargamu? Aku menjawab, setengahnya Kemudian Abu Bakar telah datang membawa seluruh hartanya sebagai sedekah. Resululiah bertanya kepadanya. Apa yang kamu sisakan untuk keluargamu?” la menjawab, Aku sisakan Allah Swt dan Rasul-Nya.’ Kemudian aku berkata, ‘Aku tidak mampu melampauimu selamanya.” (HR At-Tirmidzi)
Amasy menceritakan dari sahabat Umar hir Al-Khattab ra, dia berkata, “Suatu saat aku di samping Umar bin Al-Khattab, dia membawa 20.000 dirham dan tidak beranjak dari majelisnya hingga membagikannya. Jika ada harta beliau yang ia senangi, maka disedekahkan. Dan beliau banyak bersedekah pula Saat ditanyakan hal itu kepadanya. Beliau menjawab, Aku menyukainya, dan Allah Swt, berfirman
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Ali Imran [3]: 92)
Sahabat Utsman ra, membeli sebuah sumur sumur rumah seharga 40.000 dirham dan menginfakkan 10.000 dirham untuk pasukan perang. Sahabat Zubair bin al-Awwam memiliki seribu budak yang membayar kharaj kepadanya. Akan tetapi, tidak ada satu pun kharaj yang mereka bayarkan itu masuk ke rumahnya karena ia sedekahkan semuanya.
Sahabat Thalhah bin Ubaidillah menjual sebidang tanah miliknya seharga 700.000 dirham. Uang tersebut ada di tangannya suatu malam dan ia tidak bisa tidur karena takut dengan harta tersebut hingga dini hari tiba dan langsung ia infakkan.
Sahabat Anas menceritakan bahwa Abu Thalhah adalah sahabat Anshar di Madinah yang paling banyak kurmanya dan yang paling disenanginya adalah birha yang menghadap masjid. la menginfakan birha yang ia senangi karena mengetahui firman Allah Swt..
Begitulah di antara kisah keteladanan para sahabat dalam berinfak. Mereka telah menjadi contoh bagaimana mudahnya berinfak dan mudahnya berbagi harta yang mereka cintai dan yang mereka dapatkan dengan lelah, bukan hanya karena mereka memahaminya sebagai tanggung jawab sosial, melainkan karena iman yang kuat kepada Allah Swt.
- Keputusan Bersejarah
Pada awal kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, beberapa kabilah Arab secara terbuka melakukan pembangkangan dan penentangan kewajiban berzakat yang sudah diberlakukan pada masa Rasulullah Saw. Secara terang-terangan, mereka tidak akan menunaikan zakat dan melakukan pemberontakan terhadap kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq. Sikap mereka tersebut mengikuti pimpinan kabilahnya yang terang-terangan mengaku sebagai nabi, yaitu Musailamah Al-Kadzdzab, Sajjah bint al-Harits, Thulaihah al-Asadi, dan yang lainnya.
Sang khalifah yang melihat pembangkangan tersebut dengan cepat dan tegas mengeluarkan keputusan bersejarah, “Perangi mereka!” Peristiwa tersebut dikisahkan sahabat Abu Hurairah yang meriwayatkan kejadian tersebut dalam sebuah hadis,
“Pada saat Rasulullah Saw. wafat dan Abu Bakar yang menjadi khalifah dan banyak orang Arab yang kufur. Umar berkata, Bagaimana engkau melawan mereka? Sedangkan Rasulullah SAW telah menyatakan. Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah. Jika mereka telah bersaksi, maka darah dan harta mereka terlindungi kecuali karena sebab syar’i dan hisabnya kepada Allah Swt. Kemudian Abu Bakar menjawab. Demi Allah, aku akan melawan orang-orang yang membedakan antara shalat dan zakut karena sesungguhnya zakat itu adalah hak dalam setiap harta Demi Allah, jika mereka tidak menunaikan anak betina dari kambing yang telah mereka tunaikan kepada Rasulullah Saw., maka saya akan melawan mereka. Umar ra, berkata. Demi Allah, Allah SWT telah membuka hati Abu Bakar. Saya tahu bahwa keputusan Abu Bakar adalah keputusan yang benar.” (HR Jamaah kecuali Ibnu Majah).
Sang khalifah tidak ragu-ragu mengeluarkan keputusan tersebut. Oleh karena itu, saat Umar Al-Faruq mempertanyakan alasan keputusan tersebut, sang khalifah menegaskan bahwa zakat adalah kewajiban yang sudah ditetapkan dan ditunaikan pada masa Rasulullah Saw. Jika tidak ditunaikan, maka melanggar keputusan Rasulullah Saw.
Dengan penjelasan tersebut, Umar paham. Keputusan untuk melawan kabilah yang membangkang itu diikuti oleh para sahabat dan menjadi konsensus (ijma’) di antara para sahabat tanpa terkecuali.
Sang khalifah tidak memberikan kesempatan untuk dialog, negosiasi, apalagi mediasi dengan para pembangkang karena yang mereka lakukan bukan sekadar tidak berzakat. tetapi juga enggan, melawan, dan membangkang kewajiban zakat yang menjadi salah satu rukun Islam yang harus diimani dan ditunaikan. Oleh karena itu, jika mengingkari kewajiban zakat, maka itu berarti sudah tidak mengikuti ajaran Islam.
Sang khalifah tidak memberikan kesempatan untuk dialog, negosiasi, apalagi mediasi dengan para pembangkang karena yang mereka lakukan bukan sekedar tidak berzakat, tapi juga enggan, melawan, dan membangkang kewajiban zakat yang menjadi salah satu rukun Islam yang harus diimani dan ditunaikan. Oleh karena itu, jika mengingkari kewajiban zakat, maka itu berarti sudah tidak mengikuti ajaran Islam.
Keputusan khalifah ini adalah keputusan bersejarah karena keputusan ini menjadi bentuk pembelaan dan perlindungan terhadap hak dan kondisi kaum dhuafa, fakir-miskin, orang-orang tertindas, dan golongan lemah dalam masyarakat. Keputusan perang untuk tegaknya pilar zakat sebagai instrumen sosial dan pembelaan para dhuafa adalah keputusan bersejarah.”
- Agar Jera
Zakat sebagai kewajiban yang memberikan pahala dan manfaat besar bagi muzaki. Sebaliknya, meninggalkan kewajiban zakat dilarang dalam Islam dan mendapatkan sanksi bagi pelakunya. Rasulullah Saw. bersabda,
“Barangsiapa yang diberi oleh Allah harta kemudian ia tidak membayar zakatnya, maka akan dijelmakan harta itu pada hari kiamat dalam bentuk ular yang kedua kelopak matanya menonjol. Ular itu melilitnya kemudian menggigit dengan dua rahangnya sambil berkata, Aku adalah hartamu, aku adalah simpananmu. Lalu beliau membacakan firman Allah Ta’ala yang artinya, ‘Sekali-kali janganlah orang- orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia- Nya berpikir bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhil-kan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari akhir.” (HR Bukhari)
Ini adalah balasan pertama yang disediakan kepada hartawan yang tidak menunaikan zakatnya. Tidak hanya sanksi di akhirat kelak, tetapi juga sanksi atau balasan di dunia bagi yang tidak memenuhi hak fakir, sebagaimana hadis Rasulullah Saw.,
“Tidak ada satu pun kaum yang enggan menunaikan zakatnya, kecuali Allah Swt. Timpakan kelaparan.” (HR Ath-Thabrani)
Al-Mundziri menjelaskan bahwa hadis ini memberikan dua makna. Pertama, setiap harta yang tidak ditunaikan zakatnya akan menjadi penyebab kehancurannya, sebagaimana dijelaskan dalam hadis lain,
“Tidak satu pun harta yang hancur di daratan dan di lautan kecuali karena tidak ditunaikan zakatnya.” (HR Ath-Thabrani) Kedua, Imam Ahmad menafsirkan bahwa jika seseorang yang mampu mengambil zakat dan menggabungkan dengan hartanya yang lain, itu akan membinasakannya. Bahkan otoritas bisa memberikan sanksi kepada hartawan yang tidak menunaikan zakatnya, sebagaimana hadis Rasulullah Saw,
“Barangsiapa yang menunaikan zakatnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan barangsiapa yang tidak menunaikan zakatnya, maka kami akan mengambil hak zakatnya beserta sebagian hartanya….”(HR Ahmad dan An-Nasa’i)
Al-Qardhawi menjelaskan bahwa hadis ini memberikan beberapa makna yaitu:
Pertama, pada dasarnya zakat itu ditunaikan untuk mendapatkan pahala.
Kedua, setiap hartawan yang tidak menunaikan zakatnya maka Islam memberikan kewenangan kepada otoritas untuk memberikan sanksi berupa bagian zakat dan sebagian harta yang dimilikinya sebagai sanksi atas perilakunya tersebut.
Ketiga, sanksi ini semata-mata diberlakukan agar hak-hak fakir miskin dan mustahik yang lain bisa dilindungi dan ditunaikan, sedangkan Rasulullah Saw dan keluarganya tidak mendapatkan dan tidak boleh mendapatkan bagian zakat. Berbeda dengan sedekah menurut Yahudi karena sepersepuluhnya diperuntukkan keluarga Harun menjadi denda dan sebagian yang lain diperuntukkan pemuka atau tokoh agama.
Ketiga sanksi tersebut adalah sanksi yang berat untuk memaksa nafsu yang kikir agar mau menunaikan zakatnya dan memenuhi hak-hak fakir miskin.
- Kebijakan yang Strategis
Menurut Islam zakat bukan satu-satunya instrumen untuk mengentaskan kemiskinan, melainkan ada instrumen lain, di antaranya bekerja yang diwajibkan oleh Islam bagi setiap individu agar mandiri dan mendapatkan penghidupan yang layak dan tidak bergantung pada orang lain. Instrumen yang lain adalah nafkah yang diberikan keluarga dan kerabat yang berkecukupan, sedekah sunnah, dan perlindungan negara.
Walaupun instrumen pengentasan kemiskinan beragam, zakat memiliki peran yang sangat besar dan lebih strategis karena perannya tidak hanya terbatas pada memenuhi kebutuhan pokoknya saja, tetapi mustahik bisa mandiri dan mendapatkan penghidupan yang layak dalam jangka panjang. Akibat-akibat sosial yang ditimbulkan kemiskinan itu terselesaikan, dan mendorong agar negara menunaikan perannya melindungi dan memenuhi kebutuhan finansial rakyatnya.
Dengan demikian, tidak berlebihan jika dapat disimpulkan bahwa kelebihan zakat dari pada instrumen sosial yang lain adalah zakat mengentaskan kemiskinan sampai ke akar-akarnya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. tidak menyebutkan tujuan zakat selain untuk pengentasan kemisikinan, sebagaimana tujuannya kepada sahabat Muadz ra, saat diutus ke Negeri Yaman. Beliau beristirahat,
“Rasulullah Saw. mengutusku (ke Negeri Yaman). adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka lima shalat di setiap hari dan malam. Jika mereka mematuhimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas sedekah (zakat) mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan disalurkan kepada orang-orang fakir mereka. Jika mereka mematuhimu dalam hal itu, maka janganlah kamu mengambil (zakat dari) harta mereka yang paling berharga. Takutlah kamu kepada doa orang yang terzalimi karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara ia (doa orang yang terzalimi) dan Allah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Pengentasan kemiskinan menjadi program strategis karena akan menyelesaikan masalah-masalah lain yang muncul disebabkan oleh masalah kemiskinan. Misalnya masalah kesehatan yang berkaitan erat dengan kemiskinan Jika tingkat pendapatannya meningkat, maka membantu menyelesaikan masalah ini karena rumah yang layak dan sehat, makanan yang bergizi, dan kebutuhan pokok lainnya tersedia.
Masalah pendidikan juga disebabkan oleh kemiskinan karena dhuafa tidak bisa mengenyam pendidikan yang layak karena tidak tersedianya biaya pendidikan, padahal kebutuhan pendidikan adalah kebutuhan pokok bahkan darurat (dharuriyat) yang harus dipenuhi.
Menurut fikih zakat bisa disalurkan untuk memenuhi biaya-biaya kebutuhan tersebut. Bahkan ulama salaf memberikan contoh menarik, “Orang yang fokus mencari ilmu itu berhak atas zakat, tetapi orang yang fokus beribadah itu tidak berhak atas zakat”.
Manfaat dan pengaruh Zakat di antaranya adalah Harta yang Berkah, Supaya Tidak Ada Hasad, Mengikis Kekikiran, Agar Para Dhuafa Berdaya, Agar Tidak Ada Kesenjangan. Teladan dalam Bersedekah, Keputusan Bersejarah, Agar Jera & Kebijakan yang Strategis.
- Zakat menjadi bukti keimanan kepada Allah SWT
Dengan menjalankan rukun islam, seorang muslim semakin dekat untuk meraih kedudukan muslim sejati karena ada keimanan dan ketakwaan yang melekat dalam dirinya. Contohnya saat ia menunaikan zakat, artinya zakat tersebut menjadi salah satu bukti keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Sebab ia mematuhi perintah RabbNya. Zakat juga mengukur kesalehan seorang hamba baik secara personal maupun sosial. Sehingga pantaslah dikatakan bahwa zakat ini menjadi bukti keimanan dalam jiwa seorang muslim.
Itulah tadi 10 pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki. Semakin berkembangnya zaman dan teknologi, semakin memudahkan bagi umat muslim untuk melakukan pembayaran zakat, infak dan sedekah secara online. UCare Indonesia memfasilitasi platform donasi bagi bapak/ibu/kakak yang ingin membayar zakat secara online, di sini.
Atau melalui rekening zakat UCare Indonesia
BSI 7100300014
Bank Muamalat 3050 7000 73
Bank BRI 162301000032307
A.n Yayasan Ukhuwah Care Indonesia
Informasi lengkap dan konfirmasi:
Telp. (021) 8896 0316
Konfirmasi: 0822 2333 9773
Referensi: Sahroni, dkk. (2020). Fikih Zakat Kontemporer. Depok: Rajawali Pers