Apakah I’tikaf harus di masjid?
Terkait hal ini, seluruh ulama sepakat bahwa tempat untuk beri’tikaf atau al-mu’takaf fihi, adalah masjid. Dan bangunan selain masjid, tidak sah untuk dilakukan i’tikaf.
Dalil I’tikaf harus di masjid
Dasar tentang ibadah i’tikaf haru si masjid sesuai dengan firman Allah SWT :
“Dan kamu dalam keadaan beri’tikaf di dalam masjid.” (QS. AlBaqarah : 187)

Dan Rasulullah SAW tidak pernah mengerjakan i’tikaf kecuali di dalam masjid. Para ulama juga sepakat bahwa beri’tikaf di tiga masjid, yaitu Masjid Al-Haram Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Aqsha di Al-Quds, lebih utama dan lebih besar pahalanya, bila dibandingkan dengan pahala beri’tikaf di masjid yang lain.
Pendapat Para Ulama I’tikaf Harus di Masjid
Demikian juga para ulama sepakat bahwa masjid jami’ yang ada shalat jamaahnya adalah masjid yang sah digunakan untuk beri’tikaf. Sedangkan masjid yang lebih rendah dari itu, misalnya tidak setiap waktu digunakan untuk shalat berjamaah, maka para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan beri’tikaf di dalamnya.

a. Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah
Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa hanya masjid jami’ saja yang boleh digunakan untuk beri’tikaf. Namun Abu Yusuf dan Muhammad, keduanya adalah ulama senior di dalam mazhab Al-Hanafiyah, membolehkan beri’tikaf meski di masjid yang tidak digunakan atau jarang-jarang digunakan shalat berjamaah.
Menurut Abu Yusuf, bila i’tikaf yang wajib, harus di masjid yang ada shalat jamaahnya. Sedangkan bila i’tikaf sunnah, boleh di masjid yang tidak seperti itu. Namun pengertian masjid yang ada shalat jamaahnya, agak berbeda konsepnya, antara Al-Hanafiyah dan AlMalikiyah.
Menurut Al-Hanafiyah, setidaknya masjid itu ada imam rawatib dan makmumnya, meski pun tidak selalu dalam tiap waktu shalat selalu terlaksana shalat jamaah. Sedangkan menurut mazhab Al-Hanabilah, setidaknya ketika sedang digunakan beri’tikaf, masjid itu digunakan untuk shalat berjamaah.
Baca juga: Penjelasan Tentang I’tikaf: Pengertian, Dalil, Hukum dan Rukunnya
b. Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah
Adapun mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, keduanya tidak mensyaratkan apakah masjid itu ada jamaah shalat lima waktu atau tidak. Bagi mereka, yang penting bangunan itu berstatus sebagai masjid, maka boleh digunakan untuk beri’tikaf. (Al-Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab jilid 6 hal. 486)
Pentingkah Niat untuk I’tikaf?

Jumhur ulama di antaranya mazhab Al-Malikiyah, AsySyafi’iyah dan Al-Hanabilah sepakat menetapkan bahwa niat adalah bagian dari rukun i’tikaf. Sedangkan mazhab AlHanafiyah menempatkan niat sebagai syarat i’tikaf dan bukan sebagai rukun.
Fungsi dari Niat I’tikaf
Fungsi dari niat ketika beri’tikaf ini antara lain untuk menegaskan spesifikasi ibadah i’tikaf dari sekedar duduk ngobrol di masjid. Orang yang sekedar duduk menghabiskan waktu di masjid, statusnya berbeda dengan orang yang niatnya mau beri’tikaf. Meski keduanya sama-sama duduk untuk mengobrol. Yang satu dapat pahala i’tikaf, yang satunya tidak mendapat pahala i’tikaf. Fungsi lain dari niat ketika beri’tikaf juga menegaskan hukum i’tikaf itu sendiri, apakah termasuk i’tikaf yang wajib seperti karena sebelumnya sempat bernadzar, ataukah i’tikaf yang hukumnya sunnah.
Sahabat, itulah tadi penjelasan tentang dalil tempat i’tikaf harus di masjid, pendapat para ulama seputar tempat i’tikaf serta fungsi dari niat i’tikaf.
Wallahu’alam.
Referensi: Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih Kehidupan (5) : Puasa. Jakarta: DU Publishing