Dalam Idul Adha, terdapat ritual pemotongan hewan qurban seperti domba atau kambing. Namun, bagaimana jika qurban yang dilakukan seorang Muslim juga diniatkan untuk mengaqiqahi anaknya? Apakah Islam membolehkannya dan apa dasarnya?
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahmad Zubaidi menyampaikan penjelasan soal itu. Dia mengatakan, dalam Islam terdapat tiga ibadah yang bentuknya penyembelihan hewan, yaitu aqiqah, athirah (rojabiyah), dan qurban. Aqiqah adalah penyembelihan hewan kambing pada hari ketujuh kelahiran seorang anak.
Sedangkan athirah adalah penyembelihan kambing pada bulan Rajab, yang dilakukan oleh orang jahiliyah Arab, lalu dipertahankan dalam ajaran Islam. Karena dilaksanakan pada bulan Rajab, athirah disebut juga rojabiyah.
“Sedangkan qurban, atau juga disebut udhiyah adalah penyembelihan hewan ternak berupa unta atau sapi dan sejenisnya, atau kambing, pada hari nahar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Makanya ini disebut qurban,” tutur dia.
Kiai Zubaidi memaparkan, ulama Hanafiyah berpendapat ibadah penyembelihan hewan, yakni aqiqah, athirah dan rojabiyah telah dihapus dengan disyariatkannya qurban atau udhiyah. Namun hukum aqiqah tetap dibolehkan, meski tidak disunnahkan.
Juga hadits dari Samurah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih pada hari ketujuh kelahirannya, dicukur dan diberi nama.” (HR Ahmad dan Arba’ah, dishahihkan Imam Tirmidzi)
Sedangkan ibadah qurban, pensyariatannya antara lain berdasarkan firman Allah SWT dalam Surah Al-Kautsar ayat 2, “Maka shalatlah kepada Tuhanmu dan berqurbanlah.”
Pensyariatan qurban juga didasarkan pada hadits. Dalam riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan (keluasan rezeki) dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat sholat kami.” Selain itu, ijma kaum Muslimin juga mensyariatkan qurban.
Kiai Zubaidi melanjutkan, hikmah disyariatkannya aqiqah adalah sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak. Dengan memberikan daging penyembelihan, diharapkan sang anak nantinya menjadi anak yang shaleh, dermawan dan bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat nanti untuk kedua orang tuanya. Aqiqah juga sebagai tebusan kedua orang tua terhadap anak-anaknya.
Sedangkan hikmah disyariatkannya qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berpasrah bahwa apa yang Allah SWT berikan kapan pun bisa kembali diambil oleh Allah SWT. Qurban juga memiliki nilai sosial untuk membantu orang-orang yang tidak mampu agar mereka dapat merasakan makanan yang enak dan bergizi. Qurban juga merupakan penebusan seseorang terhadap diri sendiri untuk mendapatkan kebebasan dari siksa api neraka.
“Karena itu, pelaksanaan qurban dan aqidah tidak bisa digabung dalam niatnya. Karena keduanya adalah ibadah yang berbeda, dan dengan tujuan yang berbeda pula. Demikian juga menurut madzhab Syafi’i dan Maliki. Maka, seseorang tidak boleh menggabungkan pelaksanaan qurban dengan aqiqah walaupun misalnya jatuh pada hari yang sama,” ujarnya.