Umat Islam yang berkecukupan sangat dianjurkan untuk melaksanakan qurban. Qurban adalah penyembelihan hewan ternak (unta, sapi dan kambing) setiap 10 – 13 Dzulhijjah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Untuk yang berniat qurban tahun ini, apakah sudah mempersiapkan dananya? Selain menabung, Anda juga perlu mengetahui ketentuan qurban.
Salah satu yang banyak dipertanyakan adalah bolehkah berqurban untuk orang yang sudah meninggal? Terkait hal ini, ada rincian yang perlu diperhatikan. Berikut adalah penjelasannya:
Mengutip buku Antara Pekurban, Panitia, dan Tukang Jagal oleh Ahmad Zarkasih (2020), jumhur ulama empat mazhab selain Syafi’iyyah membolehkan qurban untuk orang yang sudah meninggal meskipun tanpa wasiat sebelumnya.Sebab qurban merupakan bagian dari sedekah. Oleh sebab itu hukum yang berkaitan dengan sedekah, termasuk keabsahan sedekah atas nama mayit juga berlaku. Mengutip buku Panduan Qurban dari A sampai Z oleh Ammi Nur Baits (2015), Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sebagian ulama mengatakan, berqurban secara khusus atas nama mayit adalah bid’ah yang terlarang. Namun vonis bid’ah di sini terlalu berat. Karena keadaan minimal yang bisa kami katakan bahwa qurban atas nama orang yang sudah meninggal termasuk sedekah. Dan terdapat dalil yang shahih tentang bolehnya bersedekah atas nama mayit” (as-Syarhul Mumthi’, 7:287).
Ammi Nur Baits juga menulis orang yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama, namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yang masih hidup. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan,
“Adapun mayit termasuk salah satu yang mendapat pahala dari qurban seseorang, ini berdasarkan hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk dirinya dan keluarga beliau. Sementara keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencakup istri beliau yang telah meninggal dan yang masih hidup. Demikian pula ketika beliau berqurban untuk umat beliau. Dan di antara mereka ada yang sudah meninggal, dan ada yang belum dilahirkan. Akan tetapi, berqurban secara khusus atas nama orang yang telah meninggal, saya tidak mengetahui adanya dalil dalam masalah ini.” (Syarhul Mumthi’, 7:287).Para ulama mazhab al-Syafi’iyyah tidak serta merta melarang qurban untuk orang yang telah wafat. Tetapi harus ada alasan penguatnya, yaitu si mayit menyampaikan wasiat atau ada nadzar yang belum ditunaikan. Begini rinciannya:
Umat Islam yang berkecukupan sangat dianjurkan untuk melaksanakan qurban. Qurban adalah penyembelihan hewan ternak (unta, sapi dan kambing) setiap 10 – 13 Dzulhijjah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Untuk yang berniat qurban tahun ini, apakah sudah mempersiapkan dananya? Selain menabung, Anda juga perlu mengetahui ketentuan qurban.
Salah satu yang banyak dipertanyakan adalah bolehkah berqurban untuk orang yang sudah meninggal? Terkait hal ini, ada rincian yang perlu diperhatikan. Berikut adalah penjelasannya:
Mengutip buku Antara Pekurban, Panitia, dan Tukang Jagal oleh Ahmad Zarkasih (2020), jumhur ulama empat mazhab selain Syafi’iyyah membolehkan qurban untuk orang yang sudah meninggal meskipun tanpa wasiat sebelumnya.Sebab qurban merupakan bagian dari sedekah. Oleh sebab itu hukum yang berkaitan dengan sedekah, termasuk keabsahan sedekah atas nama mayit juga berlaku. Mengutip buku Panduan Qurban dari A sampai Z oleh Ammi Nur Baits (2015), Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sebagian ulama mengatakan, berqurban secara khusus atas nama mayit adalah bid’ah yang terlarang. Namun vonis bid’ah di sini terlalu berat. Karena keadaan minimal yang bisa kami katakan bahwa qurban atas nama orang yang sudah meninggal termasuk sedekah. Dan terdapat dalil yang shahih tentang bolehnya bersedekah atas nama mayit” (as-Syarhul Mumthi’, 7:287).
Ammi Nur Baits juga menulis orang yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama, namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yang masih hidup. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan, “Adapun mayit termasuk salah satu yang mendapat pahala dari qurban seseorang, ini berdasarkan hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk dirinya dan keluarga beliau. Sementara keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencakup istri beliau yang telah meninggal dan yang masih hidup. Demikian pula ketika beliau berqurban untuk umat beliau. Dan di antara mereka ada yang sudah meninggal, dan ada yang belum dilahirkan. Akan tetapi, berqurban secara khusus atas nama orang yang telah meninggal, saya tidak mengetahui adanya dalil dalam masalah ini.” (Syarhul Mumthi’, 7:287).Para ulama mazhab al-Syafi’iyyah tidak serta merta melarang qurban untuk orang yang telah wafat. Tetapi harus ada alasan penguatnya, yaitu si mayit menyampaikan wasiat atau ada nadzar yang belum ditunaikan. Begini rinciannya:
1. Harus Ada Wasiat Mazhab al-Syafi’iyyah membolehkan qurban untuk orang yang telah wafat jika ia berwasiat sebelum meninggal. Maka ahli waris yang ditinggalkan berkewajiban untuk menunaikan wasiat tersebut, dan uang yang digunakan adalah milik si mayit. Sesuai syariat, warisan ditunaikan setelah kewajiban untuk mayit yang berupa hutang dan wasiatnya sudah terpenuhi. Ammi Nur Baits (2015) menegaskan nilai biaya untuk qurban kurang dari sepertiga total harta mayit. Ali Bin Abi Thalib radiallahu’anhu pernah berqurban dengan dua ekor kambing. Ketika ditanya, beliau mengatakan,”Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah berwasiat kepadaku agar aku berqurban untuk beliau. Sekarang saya berqurban atas nama beliau.” Hadits ini diriwayatkan Abu Daud dan Turmudzi, namun statusnya dhaif, sebagaimana keterangan Syaikh al-Albani dalam Dhaif Sunan Abi Daud no. 596. Kendati demikian, Ibn Utsaimin mengatakan: “Berqurban atas nama mayit, jika dia pernah berwasiat yang nilainya kurang dari sepertiga hartanya, atau dia mewakafkan hewannya maka wajib ditunaikan…” (Risalah Fiqhiyah Ibn Utsaimin, Ahkam Udhiyah).
2. Nadzar Disamping itu, Qurban boleh dilakukan jika orang yang meninggal belum sempat melaksanakan nadzarnya untuk berqurban. Ahli waris yang tahu mengenai hal ini wajib untuk menunaikan nadzar tersebut sebelum warisan dibagikan. Dari harta warisan yang ada, disisihkan sejumlah tertentu untuk pembelian hewan qurban.Pandangan ini dinilai shahih oleh mayoritas ulama mazhab al-Syafi’iyyah. Ada pula beberapa ulama mazhab ini yang membolehkan qurban untuk mayit meskipun tanpa adanya wasiat dan nadzar.