“Penerima zakat telah ditentukan secara syariat, selain 8 golongan tersebut maka terdapat golongan yang tidak boleh menerima zakat. Siapa sajakah mereka?”
Sesungguhnya, zakat punya ketentuan khusus terkait kriteria penerima zakat dan menjadi keharusan amil ataupun donatur untuk menyalurkan donasinya kepada pihak-pihak yang memiliki kriteria rerscbut. Oleh karena itu, para fuqaha atau ahli fikih menyebutkan bahwa pihak-pihak yang tidak memiliki kriteria tersebut tidak boleh mendapatkan zakat, di antaranya orang orang kaya (hartawan), orang-orang yang mampu bekerja, kafir harbi, komunis, anak-anak muzaki, dan istrinya.
Golongan yang Tidak Boleh Menerima Zakat
Golongan yang tidak boleh menerima zakat di antaranya adalah:
1) orang-orang kaya (hartawan), 2) istri dan anak, 3) non-Muslim, dan 4) orang yang mampu bekerja.
Baca juga: 8 Golongan Penerima Zakat dan Penjelasannya
Penjelasan 4 Golongan yang tidak boleh menerima zakat
- Orang-orang Kaya (Hartawan)
Sebagaimana disebutkan dalam bahasan tentang fakir miskin, bisa disimpulkan bahwa para ahli fikih sepakat, bagian fakir miskin tidak boleh diberikan kepada para hartawan atau orang kaya sesuai dengan hadis Rasulullah Saw.,
“Sedekah itu tidak halal diberikan kepada orang kaya”
Dan sebagaimana sabda Rasulullah Saw. kepada sahabat Muadz, “Sedekah itu diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang fakir.”
Mereka juga menjelaskan bahwa jika bagian fakir miskin ini diberikan kepada orang-orang kaya, hal tersebut bertentangan dengan hikmah zakatul mal itu sendiri. Walapun para ulama sepakat secara prinsip bahwa bagian fakir miskin tidak boleh diberikan kcpada orang kaya, mereka berbeda pendapat tentang karakteristik dari hartawan.
- lstri dan Anak
Syeikh al-Qardhawi menjelaskan bahwa pendapat mayoritas ulama (para sahabat, tabi’in, dan generasi ularna setelahnya) yang memperbolehkan penyaluran zakat untuk kerabat, kecuali anak atau orang tua, adalah pendapat yang rajih. Sebagairnana menurut Abu ‘Ubaid dalam kitabnya al-Amwal yang berdasarkan pada dua alasan berikut.
- Nash-nash yang menegaskan penyaluran zakat untuk para fakir miskin itu bersifat umum tanpa memilah apakah penerima tersebut adalah kerabat atau bukan, seperti ayat,
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Tau bah [9]: 60)
dan hadis, “Zakat itu diambil dari orang-orang kaya dan disalurkan kepada orang-orang
fakir.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Kedua dalil tersebut bersifat umum karena mencakup kerabat clan selain kerabat. Selama dalil tersebut bersifat umum dan tidak ada dalil yang membatasinya, ketentuannya bersifat umum kecuali istri, orang tua, dan anak-anak. Hal itu telah dijelaskan oleh ijma’ yang disebutkan oleh lbnu Mundzir dan Abu ‘Ubaid bahwa mereka tidak boleh menerima zakat dari suami, anak, ataupun bapaknya sesuai dengan dalil-dalil yang telah disebutkan.
Dalil-dalil yang berisi anjuran untuk bersedekah kepada kerabat seperti hadis Rasulullah Saw., “Sedekah kepada orang miskin adalah sedekah. sedangkan bersedekah kepada kerabat itu memiliki dua pahala. yaitu pahala sedekah dan pahala menyambung silaturahim.” (HR Imam Ahmad, Nasa’i, dan Tirmidzi)
- Non-Muslim
Para ulama telah sepakat bahwa zakat tidak diberikan kepada orang kafir muharib atau yang menentang umat Islam. Orang komunis yang tidak mengakui Rabb tidak akan mendapatkan bagian zakat, begitu pun dengan orang murtad. Alasannya karena orang komunis termasuk orang yang memerangi agama Allah Swt., sedangkan orang murtad adalah orang yang telah melakukan pidana paling besar, yaitu berkhianat terhadap agama ini.
Walaupun begitu, prioritas pertama penyaluran ini adalah kepada fakir Muslirn karena dapat mcmbamu ketaatan kepada Allah Swt. jika mereka sudah tidak bersedia, diperbolehkan menyalurkan zakat kepada non-Muslim, sedangkan zakat amwal atau zakat harta atau disebut juga zakat wajib, para ulama tidak memperbolehkan untuk menyalurkannya kepada non-Muslim. Bahkan Ibnu al-Mundzir menukil adanya ijma’ ketidakbolehan ini. Mereka berdalil dengan hadis Muadz,
“Bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan disalurkan kepada orang-orang fakir mereka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
- Orang yang Mampu Bekerja
Ada banyak hadis Rasulullah Saw. yang menjelaskan tentang larangan menyalurkan zakat untuk orang-orang yang mampu bekerja atau dalam bahasa Arab dikenal dengan Al-muuroh as-Sawi atau orang yang memiliki fisik yang kuat. Zakat ini haram disalurkan kepada mereka karena mereka mempunyai modal untuk berpenghasilan, yaitu fisik yang sehat. Menganggur, tidak bekerja, dan meminta-minta sedekah tidak diperbolehkan dan bertentangan dengan prinsip syariat. Berbeda halnya jika mereka berfisik kuat, mampu bekerja, dan sudah mencari pekerjaan, tetapi tidak menemukan, mereka termasuk orang yang tidak mampu dan berhak atas zakat.
Sebagaimana dalam suatu hadis,
“Para hartawan tidak punya bagian dari zakat begitupula orang yang mampu bekerja.”
Sebagaimana juga dalam ayat Al-Qur’an disebutkan, “Sesungguhnya, sedekah hanya diperuntukkan untuk orang fakir dan miskin.” (QS. At-Tau bah [9] :60)
Daftar Pustaka: Sahroni, dkk. (2020). Fikih Zakat Kontemporer. Depok: Rajawali Pers