Apa Saja Hal-Hal yang Dimakruhkan Dalam Shalat? Cek 15 Poin Ini!
hikmah hari jumat

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

“Sudah tahu, apa saja hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat?”

Jangan sampai ada kebiasaan yang tidak dianjurkan namun justru masih sering dilakukan dalam shalat. Nah, untuk mencapai kesempurnaan shalat, baiknya seorang muslim menghindari hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat.

Berikut 15 hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat, yaitu:

hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat

  1. Dalam shalat, hukumnya makruh memalingkan wajah dan dada ke samping. Rasulullah bersabda:

“Itu adalah penipuan yang dilakukan setan terhadap shalat seorang hamba.” (HR Bukhari).

 

Kecuali jika ada keperluan maka hal itu diperbolehkan, seperti ketika dalam keadaan takut atau mempunyai maksud yang diperbolehkan.

 

Jika seseorang yang sedang shalat memutar seluruh tubuhnya atau membelakangi Kakbah tidak karena takut, maka shalatnya menjadi batal karena ia tidak menghadap kiblat tanpa ada uzur.

 

Dengan demikian, maka jelas bahwa menoleh karena keadaan takut adalah dibolehkan, karena itu termasuk hal- hal yang darurat dalam peperangan. Jika menoleh dengan wajah dan dada saja tanpa diikuti oleh seluruh tubuh, namun bukan karena takut tapi karena satu keperluan, maka ini diperbolehkan. Jika bukan karena keperluan, maka hal itu hukumnya makruh. Apabila diikuti oleh seluruh badan maka shalatnya batal.

 

  1. Dalam shalat, hukumnya makruh menghadapkan mata ke arah langit. Rasulullah sangat membenci orang yang melakukannya dan Nabi bersabda: “Mengapa ada kaum yang mengangkat mata mereka ke arah langit ketika sedang shalat?” Dan kala itu ucapan Nabi mengeras, hingga Nabi bersabda: “Mereka hendaklah menghentikannya atau mata mereka akan tersambar petir.” (HR Bukhari).

Telah diterangkan, bahwa ketika shalat hendaknya pandangan seseorang diarahkan ke tempat sujud dan tidak memandangan sesuatu yang ada di depannya, seperti dinding, ukiran, tulisan dan sebagainya, karena hal itu membuatnya lupa akan shalatnya.

 

  1. Menutup mata dalam shalat bukan karena adanya kebutuhan, hukumnya adalah makruh, karena ini adalah perbuatan orang-orang Yahudi. Apabila menutup mata karena adanya suatu keperluan, seperti terdapat hiasan dan dekorasi di depannya yang mengganggu ke-khusyuk-an, maka dalam kondisi ini menutup mata tidaklah makruh. Inilah maksud dari penjelasan Ibnul Qayyim rahimahullah.

 

  1. Dalam shalat,  hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat lainnya adalah iq’aa yaitu duduk di atas tumit kedua kaki yang ditegakkan kedua telapaknya, dengan posisi kedua lutut menempel di lantai. Hal ini berdasarkan sabda Nabi : “Jika engkau mengangkat kepalamu dari sujud, maka janganlah engkau duduk di atas tumit dengan menegakkan telapak kaki seperti duduknya anjing.” (HR Ibnu Majah).

 

  1. Makruh hukumnya bersandar pada dinding dan sejenisnya ketika berdiri, kecuali jika ada keperluan. Karena, bersandar pada dinding menghilangkan kesulitan dalam berdiri. Jika karena ada keperluan -seperti sakit dan sejenisnya- maka itu diperbolehkan.

 

  1. Makruh hukumnya menempelkan kedua lengan (dari pergelangan tangan sampai siku) ke lantai ketika sujud, Rasulullah bersabda: “Sujudlah dengan sempurna, janganlah kalian menempelkan kedua lengannya ke lantai seperti anjing.” (Muttafaq Alaih). Dalam Hadis lain disebutkan: “Janganlah membentangkan kedua lengannya seperti anjing.”

 

  1. Dimakruhkan juga melakukan hal-hal yang tidak diperlukan dalam shalat, baik dengan tangan, kaki, jenggot, baju atau yang lainnya, juga mengusap lantai tanpa ada keperluan.

 

  1. Dimakruhkan juga berkacak pinggang (meletakkan tangan di pinggang) ketika shalat, karena hal itu adalah perbuatan orang-orang kafir dan orang-orang yang sombong, sedangkan kita diarang untuk menyerupai mereka. Dalam Hadis Muttafaq Alaih, disebutkan adanya larangan berkacak pinggang ketika shalat.

 

 

  1. Makruh juga membunyikan jari-jari tangannya atau menyilangkan jari-jarinya. Dimakruhkan juga bagi seseorang melaksanakan shalat sedangkan di depannya ada sesuatu yang melalaikannya dari shalat, karena hal itu membuat shalatnya tidak sempurna.

 

  1. Makruh juga melaksanakan shalat di dalam tempat yang ada gambarnya. Karena hal itu menyerupai penyembahan terhadap berhala, baik itu gambar yang berbentuk (patung) maupun gambar yang rata. Hal ini adalah pendapat yang benar.

Baca juga: Menghadap Kiblat Saat Shalat, Syarat Sah Shalat!

hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat

  1. Makruh juga bagi seseorang untuk melakukan shalat sedangkan ia terganggu oleh sesuatu yang menyusahkannya, seperti menahan kencing, menahan buang air besar, menahan kentut, kepanasan, kedinginan, kelaparan dan kehausan, karena hal itu menghilangkan kekhusyukan.

 

  1. Makruh juga bagi seseorang memulai shalat ketika telah siap makanan yang menarik seleranya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi: “Tidak sempurna shalat seseorang jika makanan telah siap atau menahan buang air besar dan kecil.” (HR Muslim). Semua ini adalah untuk menjaga hak Allah, yaitu agar seorang hamba berkonsentrasi ketika beribadah dan hanya menghadapkan hati kepada Tuhannya.

 

  1. Makruh juga meletakkan sesuatu yang khusus di bawah keningnya ketika sujud. Karena ini adalah salah satu syiar orang-orang Syiah Rafidhah, dan dengan melakukannya berarti telah menyerupai mereka.

 

  1. Makruh hukumnya mengusap kening dan hidung untuk menghilangkan kotoran yang menempel di keduanya setelah sujud. Namun hal itu dibolehkan jika selesai dari shalat.

 

  1. Makruh hukumnya mengusap jenggot, memperbaiki letak pakaian dan membersihkan hidung, karena semua itu menghilangkan konsentrasi seseorang dalam shalat. Seorang Muslim hendaknya benar-benar melakukan shalat secara utuh dan tidak tersibukkan dengan hal-hal yang bukan bagian dari shalat. Allah berfirman:

 

Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah kepada Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk. (Al-Baqarah: 238).

hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat

Hendaknya ia juga menunaikannya dengan kehadiran hati dan kekhusyukan penuh, serta hanya melakukan hal-hal yang ditetapkan syarak. Hendaknya pula tidak melakukan hal-hal yang membatalkan atau mengurangi kesempurnaannya, baik dalam bentuk perkatan maupun perbuatan. Sehingga shalatnya menjadi sah dan menggugurkan kewajibannya serta benar-benar terlaksana dalam bentuk dan hakikat yang sebenarnya, bukan sekedar simbol saja.

Daftar Pustaka: Al-fauzan, Saleh bin. 2020. Ringkasan Fiqih Islam (Ibadah & Muamalah) Yogyakarta: Penerbit Mueeza.

More
articles