Bagaimana ketentuan dan pengelolaan zakat menurut fikih zakat dalam syariat?
Menurut Islam pengelolaan zakat menjadi kewenangan ulil amri (pemerintah) baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung maksudnya, pemerintah yang langsung mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya. Secara tidak langsung maksudnya, lembaga lain seperti lembaga swasta yang mendapatkan izin dari pemerintah untuk mengelola zakat sesuai dengan regulasi vang dibuat oleh pemerintah. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut.
Dalil Tentang Pengelolaan Zakat Menurut Fikih
Pertama, dalil Al-Qur’an, Al-Hadis, Ijma’, dan fatwa sahabat di antara lain:
1) Al-Quran Surat At-Taubah Ayat (9): 60.
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Arab-Latin: Innamaṣ-ṣadaqātu lil-fuqarā`i wal-masākīni wal-‘āmilīna ‘alaihā wal-mu`allafati qulụbuhum wa fir-riqābi wal-gārimīna wa fī sabīlillāhi wabnis-sabīl, farīḍatam minallāh, wallāhu ‘alīmun ḥakīm
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Lafadz ‘amilin dan faridhatan minallah dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pengelolaan zakat menjadi kewenangan ulil amri hingga amilin mendapatkan hak zakat sebagai imbalan atas pekerjaannya.
2) Hadis Rasulullah Saw.
“Bahwa Rasulullah Saw., ketika mengutus sahabat Muadz ke negeri Yaman, Rasulullah Saw. mengatakan kepadanya, ‘Beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka untuk (mengambil, pen.) sedekah dari harta mereka, yang diambil dari orang-orang kaya dan disalurkan untuk orang-orang fakir. Jika mereka menaatimu, hati-hatilah engkau dengan harta berharga mereka dan takutlah dengan doa orang yang terzalimi karena tidak ada penghalang antara Allah dengannya.” (HR Jamaah)
Lafadz tu’khadzu min aghniya’ihim wa turaddu ‘ala fuqara’ihim menunjukkan bahwa yang mengumpulkan dan menyalurkan adalah petugas khusus.
3) Sirah Rasulullah Saw.
“Bahwa Rasulullah Saw. dan para khalifah setelahnya, mereka mengirim utusannya untuk mengambil zakat.”
4) Fatwa-fatwa Sahabat.
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata, Tunaikan sedekahmu kepada ulil amri, barangsiapa berbuat baik, maka akan kembali kepada dirinya sendiri dan barangsiapa berbuat dosa maka akan kembali pula kepada dirinya sendiri.
Pengelolaan Zakat Menurut Fikih
Jika kita telaah, zakat tidak hanya dikelola langsung oleh negara, tetapi menunjukkan zakat harus dikelola oleh lembaga. Nash Al-Hadis, sirah, dan fatwa sahabat menunjukkan bahwa zakat bisa dikelola langsung oleh pemerintah atau lembaga yang diberi izin oleh pemerintah.
Baca juga: Bagaimana Cara Memilih Lembaga Untuk Berzakat? Cek 7 Hal Ini!
Kedua, perintah agar zakat dibayarkan kepada pemerintah dimaksudkan supaya zakat bisa dikelola dengan profesional dan tepat sasaran. Target ini bisa tercapai baik dikelola langsung oleh pemerintah maupun lembaga swasta lain yang mendapatkan izin dan pengawasan dari pemerintah.
Ketiga, yang terlarang dalam dalil-dalil di atas adalah jika pengelolaannya diserahkan kepada individu-individu (pribadi-pribadi), bukan lembaga karena akan menyebabkan kekacauan. Maka pengelolaan zakat menurut fikih oleh lembaga swasta sesuai ruh dan maqashid dalil-dalil di atas.
Keempat, dalam masalah muamalah (termasuk masalah zakat yang memiliki dimensi muamalah-nya), nash-nash tidak mengatur teknis dan mekanisme pengelolaannya, tetapi diatur berdasarkan kemaslahatan.
Dengan keempat argumentasi di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat oleh lembaga masyarakat sesuai dengan maqashid nush-nash, sirah, dan fatwa sahabat. Tidak ada dalil sharih yang melarang pengelolaan zakat oleh lembaga swasta, yang terlarang adalah zakat dikelola oleh individu-individu.
Referensi: Sahroni, dkk. (2020). Fikih Zakat Kontemporer. Depok: Rajawali Pers