Bagaimana Hukum Ibadah yang Disertai Sikap Riya’
Ragam Tradisi di Bulan Ramadan

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

‘Bagaimana hukum ibadah yang disertai sikap riya? Apakah ibadahnya akan batal?’

Sahabat, pernahkah terbersit pertanyaan seperti di atas manakala sedang menjalakan ibadah dan tiba-tiba muncul kekhawatiran adanya riya’?

Ikhlas merupakan syarat diterimanya amalan, sedangkan riya’ bisa menjadi penyebab rusaknya amal seseorang. Artinya, bahwa Allah tidak akan menerima amalan tersebut.

Rasulullah SAW bersabda, artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amal, kecuali amal itu dilakukan dengan ikhlas untuk mengharap ridha Allah.”

Penjelasan Riya’ dan Hukum Ibadah yang Disertai Sikap Riya’

hukum ibadah yang disertai sikap riya'

Riya’ adalah saat seseorang mengharapkan balasan dari selain Allah untuk amal yang telah dilakukan, baik amalan berupa ibadah ataupun amalan lainnya. Orang yang riya’ selalu menuntut kedudukan di hati orang lain, sedangkan hatinya adalah hati yang paling jelek, dan sifat riya’ itu merupakan ejekan dari Allah SWT.

Lalu, bagaimana hukum ibadah yang disertai sikap riya’?

hukum ibadah yang disertai sikap riya'

3 Hukum Ibadah yang Disertai Sikap Riya’

Dalam hal ini ada tiga hukum, yaitu:

  1. Motivasi utama untuk melakukan ibadah itu adalah riya’. Seperti orang yang melaksanakan shalat agar bisa dilihat orang lain, dan tidak pernah mengharapkan ridha Allah. Karenanya, hal ini merupakan perbuatan syirik, sedangkan ibadahnya adalah batal.
  2. Di tengah-tengah melakukan ibadah, dia mencampurkannya dengan perasaan riya’. Misalnya, seseorang memiliki seratus rial yang telah dia persiapkan untuk disedekahkan. Lalu dia pun bersedekah dengan lima puluh rial yang lain dalam keadaan riya’. Yang pertama itu hukumnya adalah sah, sedangkan yang kedua adalah batal.

Baca juga:Bersegera dalam Berbuat Baik dan 3 Alasannya

hukum ibadah yang disertai sikap riya'

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan bisikan yang ada pada jiwa umatku, selama belum dikerjakan, atau sekedar dibicarakan.”

Atau seperti seseorang yang melaksanakan shalat dua rakaat dalam keadaan ikhlas karena Allah. Tetapi pada rakaat yang kedua, dia menjadi bersikap riya’. Hal itu tidak berpengaruh terhadap rakaat shalat yang sebelumnya. Orang yang merasa tenang dengan sikap riya’ ini, lalu dia pun tidak berusaha mencegahnya, maka ibadahnya adalah batal.

  1. Sikap riya’ yang muncul setelah ibadah selesai dilakukan tidak berpengaruh apapun kepada ibadah tersebut. Maksudnya bahwa hal seperti ini tidak dikategorikan sebagai bentuk riya’. Tidak termasuk riya’ jika seseorang merasa senang orang lain mengetahui ibadah yang dilakukannya karena sikap ini lahir setelah selesai beribadah.

Dan tidak pula termasuk riya’ jika seseorang merasa senang dengan mengerjakan ketaaatan  untuk dirinya. Bahkan, hal itu menjadi bukti atas keimanannya. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang kebaikannya membuatnya gembira, dan kejelekannya membuatnya bersedih, maka dia adalah seorang mukmin.

Adapun tanda-tanda orang riya’ adalah dia bermalas-malasan apabila sedang sendirian, tetapi dia rajin apabila sedang bersama orang lain. Dia akan memperbanyak amalnya apabila dipuji orang lain, tetapi dia akan menguranginya apabila dihina orang lain.

Allah SWT berfirman, artinya:  “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 142)

Referensi: ‘Iwadh, Ahmad ‘Abduh, 2008, Mutiara Hadis Qudsi  Jalan Menuju Kemuliaan dan Kesucian Hati, Bandung: PT Mizan Pustaka

More
articles