Bagaimana Hukum Puasa Bagi Orang Lanjut Usia dan Sakit?
hukum puasa bagi orang lanjut usia

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

“Bagaimana hukum puasa bagi orang lanjut usia dan orang yang sakit dalam agama Islam?”

Allah SWT mewajibkan puasa Ramadhan atas orang-orang Islam. Orang yang tidak mempunyai uzur syar’i (yang dibenarkan syara’), wajib mengerjakannya pada waktunya. Mereka yang mempunyai halangan syar’i dan bisa mengerjakannya di luar waktunya, dibolehkan untuk menggantinya.

hukum puasa bagi orang lanjut usia

Hukum Puasa Bagi Orang Lanjut Usia

Ada golongan ketiga yang tidak mampu melaksanakannya pada waktunya dan tidak juga di luar waktunya, yaitu orang yang tua renta dan orang yang sakit yang tidak diharapkan lagi kesembuhannya. Allah telah memberi keringanan kepada golongan ketiga ini, dan Allah mewajibkan atas mereka untuk memberi makan orang miskin sebanyak setengah sha’ setiap harinya sebagai ganti atas puasa yang tidak dilaksanakan.

Dalil & Hukum Puasa Bagi Orang Lanjut Usia

Hukum Puasa Bagi Orang Lanjut Usia

Allah berfirman:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah: 286).

Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. (Al-Baqarah: 184).

Ibnu Abbas r.a. berkata tentang tafsir ayat di atas, kewajiban membayar fidiah (tebusan) adalah bagi orang tua yang tidak mampu berpuasa. (HR.Bukhari).

Baca juga: Begini 2 Cara Bayar Fidyah Puasa di UCare Indonesia!

Hukum Puasa Bagi Orang Lanjut Usia & Orang Sakit

Hukum Puasa Bagi Orang Lanjut Usia
Orang sakit yang tidak lagi diharapkan kesembuhannya mempunyai kewajiban sebagaimana orang yang tua renta, yaitu wajib memberi makan orang miskin setiap harinya.

Orang yang mempunyai uzur yang bisa hilang, seperti orang yang sedang dalam perjalanan, orang sakit yang bisa diharapkan sembuh, wanita yang hamil dan menyusui jika takut akan membahayakan dirinya atau bayinya, serta wanita yang sedang haid atau nifas, maka mereka wajib mengganti puasa, yaitu menunaikan puasa di luar bulan Ramadan sebanyak hari yang ditinggalkannya.

 

Allah berfirman:

“…dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 185).

hukum puasa bagi orang lanjut usia

Orang sakit tidak boleh berpuasa jika puasanya membahayakan dirinya sendiri. Orang yang dalam perjalanan tidak boleh berpuasa jika jarak perjalanannya tersebut sudah cukup untuk melakukan qasar, dan hal ini merupakan sebuah kesunatan.

Hal ini berdasarkan firman Allah :

(Wajiblah baginya berpuasa). sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (Al-Baqarah: 185).

Maksud ayat ini adalah kepergian ia tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tersebut, namun menggantikannya pada bulan yang lain sesuai jumlah hari yang di dalamnya ia tidak berpuasa.

Allah juga berfirman:

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (al-Baqarah: 185).

Rasulullah setiap kali diberi dua pilihan, Nabi selalu memilih yang paling mudah. Dalam Sahih Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:

‎ لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصّوْمُ فِي السَّفَرِ.

Bukan termasuk kebaikan melakukan puasanya dalam perjalanan.

Apabila seseorang yang sedang dalam perjalanan atau sedang sakit melakukan puasa dan hal itu sangat memberatkannya, maka puasanya tetap sah namun makruh hukumnya. Wanita yang sedang haid atau nifas, maka diharamkan untuk berpuasa, sehingga jika berpuasa maka puasanya tidak sah.

Apabila seorang wanita yang sedang menyusui atau yang sedang hamil tidak berpuasa karena khawatir akan membahayakan anak atau kandungannya, maka di sampingnya ia wajib mengganti puasanya, ia juga wajib memberi makan kepada orang miskin setiap hari selama mereka tidak berpuasa.

Ibnul Qayyim berkata, Ibnu Abbas ra. dan beberapa sahabat lainnya memfatwakan bahwa wanita yang hamil dan wanita yang menyusui jika khawatir terhadap anaknya, maka bayinya tidak berpuasa. Akan tetapi setiap harinya mereka harus memberi makan orang miskin sebagai ganti dari puasa pada hari itu. Mereka juga tetap wajib mengganti puasanya.

Seseorang yang perlu membatalkan puasanya untuk menyelamatkan orang lain yang terancam bahaya, seperti karena tenggelam dan sebagainya, maka ia wajib membatalkannya.

Ibnul Qayyim berkata, Sebab-sebab yang membolehkan seseorang untuk tidak bepuasa ada empat: bepergian (safar). sakit, haid dan khawatir akan binasanya orang lain karena puasanya, seperti wanita yang menyusui dan wanita yang sedang hamil, demikian juga jika untuk menyelamatkan orang yang tenggelam.

Seseorang yang akan berpuasa wajib, maka pada malam harinya harus menentukan niatnya sesuai puasa wajib yang akan ia laksanakan, seperti berniat untuk berpuasa Ramadhan atau penggantiannya, puasa kafarat atau juga puasa nazar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah :

‎ إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. ‎

Sesungguhnya semua amal perbuatan adalah berdasarkan niatnya, dan setiap orang mendapatkan balasan sesuai niatnya.

Diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah pernah:

‎ مَنْ لَمْ يَبَيَّتِ الصَّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ. ‎

Orang yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum terbitnya fajar, maka puasanya tidak sah.

hukum puasa bagi orang lanjut usia

Oleh karena itu, seseorang yang akan berpuasa wajib harus berniat pada malam harinya. Orang yang berniat puasa wajib pada siang hari, seperti orang yang bangun pagi dan belum makan apa-apa lalu berniat puasa, maka puasanya tidak sah. Kecuali puasa sunah, maka puasanya tetap sah. Puasa wajib tidak terlaksana dengan niat di siang hari, karena sepanjang hari itu ia harus berpuasa, sedangkan niat tidak bisa dilakukan untuk sesuatu yang telah berlalu.

Dibolehkan berniat untuk puasa sunah pada siang hari. Hal ini sebagaimana dipersyaratkan dalam Hadis Aisyah r.a. dia berkata, Pada suatu hari Nabi datang kepadaku lalu bertanya: apakah kalian punya sesuatu? Kami menjawab: Tidak. Lalu Nabi lupa: Kalau begitu maka aku puasa. (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majjah dan Nasa’i).

Dalam hadis ini, diketahui bahwa pada awalnya Rasulullah tidak berpuasa, yaitu ketika Nabi mencari makanan. Maka berdasarkan hadis ini dibolehkan mengakhirkan niat puasa sunah. Karena itu hadis ini menjadi pengkhusus bagi dalil-dalil yang menerangkan bahwa puasa tidak sah jika niatnya dilakukan pada siang hari.

Syarat sahnya puasa sunah dengan niat pada siang hari adalah tidak adanya hal yang membatalkan puasa sebelum berniat, seperti makan, minum dan sebagainya. Apabila sebelum berniat seseorang melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, maka telah disepakati oleh para ulama bahwa puasanya tidak sah.

 

Daftar Pustaka: Al-fauzan, Saleh bin. 2020. Ringkasan Fiqih Islam (Ibadah & Muamalah) Yogyakarta: Penerbit Mueeza.

More
articles