“Bagaimana hukum qadha dan fidyah shalat bagi orang yang telah wafat?”
“Jika ada seseorang yang sakit, kemudian dalam sakitnya ia tidak mampu untuk menunaikan shalat karena hal tertentu, bagaimana status sholatnya? Apakah digantikan oleh ahli warisnya?”
Cari Tahu Hukum Qadha dan Fidyah Shalat Orang yang Telah Meninggal
Dari Ali -raḍiyallāhu ‘anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda, “Pena (pencatat amal) akan diangkat dari tiga orang, yaitu: dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak-anak sampai dia balig, dan dari orang yang gila sampai dia sadar (berakal).” Hadis sahih – Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah
Hukum Qadha dan Fidyah shalat, Begini Jawaban Ustadz Adi Hidayat
Terkait pertanyaan tersebut, ustadz Adi Hidayat dalam satu kesempatan menyampaikan bahwa tidak ada hisab dalam 3 perkara, dari orang tidur sampai ia bangun (sifatnya ia bangun dalam keadaan masih hidup atau dalam keadaan meninggal).
Dalam kedaan bangun masih hidup dibagi dua, yaitu:
Pertama, seperti ketiduran dan bangun dalam keadaan tertentu. Contoh tidur jam 10 malam, terbangun jam 7. Maka waktu shalat tersebut ada pada bangunnya. Begitu bangun, maka langsung tunaikan shalatnya. Kedua, pada orang yang tidur, bangunnya di alam kubur. Setiap orang meninggal punya kehidupan baru di alam kubur. Maka yang bahaya adalah mendapat siksa kubur.
Situasi kedua, jika ia terjadi koma atau susah berwudhu. Maka diangkat pena darinya, maka sakit hingga wafatnya tidak dihukumi bagi dia.
Untuk shalat tidak ada kewajiban qadha bagi anaknya yang ditinggalkan. Karena shalat adalah ibadah personal yang ditunaikan oleh seseorang, dan dalam Al Quran sifatnya mengikat pada diri, tidak bisa diwakilkan.
Berbeda dengan zakat dan puasa, karena berbeda dengan shalat. Zakat sifatnya amalan harta, jika tidak bisa ditunaikan oleh seseorang karena keterbatasannya maka diwakilkan oleh orang lain dari harta yang bersangkutan. Tunaikan dulu, tunaikan dulu. Shalat tidak begitu.
Baca juga: 11 Hal yang Dimakruhkan dalam Shalat
Puasa juga lain, karena puasa juga tercerai dengan aktivitas makanan dan minuman yang bisa diturunkan ibadahnya. Karena itu ketika ada seorang meninggal dunia, kemudian belum sempat menyempurnakan puasa, anaknya berkata pada Nabi, “Ya Rasulullah, ibunda saya meninggal sedangkan puasanya belum sempurna, boleh gak saya berpuasa untuk dia? Kata Nabi, “Kerjakan! Boleh, tidak ada masalah.”
Hukum qadha dan fidyah shalat
Karenanya, yang mungkin bisa dikerjakan seorang anak adalah tunaikan amalan kebaikan yang diniatkan bagi orang yang telah meninggal dunia, missal sedekah. Hadisnya banyak tentang sedekah bagi orang yang telah meninggal dunia. Selain sedekah juga bisa umroh badal atau haji badal. semuanya sah. Kalau mau ringan tapi pahalanya banyak, maka beli mushaf Al-Quran dan berikan pada penghafal Quran. Sehingga cukup niatkan saja dalam hati, belikan itu dan sampaikan kepada ma’had atau penghafal Quran. Maka setiap hurufnya dibacakan, maka ada sepuluh kebaikan yang mengalir pahalanya untuk orang tua.
2) Dari anak kecil sampai dia baligh. Jadi anak kecil tidak dihukumi kewajiban ibadah. Kalau dia masih sibuk main, maka jangan marahkan. Orangtua hanya perlu membimbing agar anak mau untuk beribadah. Berikan contoh terbaik kepada anak, tidak perlu memarahinya jika di pertengahan ia kembali bermain karena itu dunia mereka. Hadirkan surga dalam rumah.
3) Orang gila (terganggu jiwanya) sampai ia sadar kembali. Jangan diisengi orang yang sedang mengalami gangguan jiwa, karena kebaikannya tak berpahala dan keburukannya tak berdosa.
Silahkan berikhtiar sebaik mungkin untuk orang tua yang telah tiada.