Khitan Di Zaman Para Nabi

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

UCAREINDONESIA.ORG – Ternyata sunat atau khitan jika ditilik lebih lanjut, bukan hanya terjadi di zaman Nabi Muhammad SAW. Syariat khitan ini juga sudah ada sejak zaman Nabi Adam.

Ini diterangkan dalam kitab Injil Barnabas bahwa, dulu saat Nabi Adam As. Setelah memakan buah yang dilarang Allah, buah Khuldi, bertobat, dan diampuni dosanya oleh Allah, Nabi Adam bernadzar akan memotong sebagian dagingnya. Kemudian Malaikat menunjukkan bagian daging yang dipotong, yakni pada bagian yang dikhitan.

“Haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu.” (Perjanjian Lama, Kejadian 17:11).

Khitan juga turun ke Nabi-nabi setelahnya termasuk putera Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq As. dikhitan pada umur 8 hari.

“Kemudian Abraham menyunat Ishaq, anaknya itu, ketika berumur delapan hari, seperti yang diperintahkan Allah kepadanya.” (Kejadian 21:4).

Hal ini juga disebutkan dalam Kejadian 17:12 yakni anjuran anak lelaki dikhitan dalam usia 8 hari.

Dan ini juga merupakan syariatnya Nabi Musa. Oleh karena itu Nabi Isa pun berkhitan karena beliau mengikuti syariatnya Nabi Musa: “Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Isa, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibuNya.” (Injil Lukas 2:21). “Setelah itu, Nabi Isa dibawa ke Bait Allah di Yerussalem untuk diserahkan kepada Tuhan.” (Lukas 2:22 dan 27). “Dan diberkati oleh Simeon.” (Lukas 2:34).

Kemudian syariat khitan barulah turun ke Nabi Muhammad SAW.

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. an-Nahl ayat 123).

Hubungannya ayat tersebut dengan khitan adalah karena salah satu millah (ajaran) Nabi Ibrahim As. adalah khitan ini.

Rasulullah Saw. juga bersabda:

“Fithrah itu ada lima; 1) khitan, 2) mencukur rambut kemaluan, 3) mencabut bulu ketiak, 4) memotong kuku dan 5) memotong kumis.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Arti khitan menurut bahasa adalah “memotong”. Sedangkan menurut istilah, khitan pada laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan laki-laki yang disebut dengan qulfah, agar tidak terhimpun kotoran di dalamnya, dan juga agar dapat menuntaskan air kencing, serta tidak mengurangi nikmatnya jima’ suami istri.

Jadi bila seorang anak yang pada waktu dilahirkan tidak memiliki qulfah (kulit penutup glan kelamin), maka tidak disyariatkan padanya untuk dikhitan.

Itulah mengapa syariat khitan atau sunat ada dalam Islam. Ini karena Alloh Ta’ala sebagai pembukti dan pembeda.

“Hilangkan darimu rambut kekafiran (yang menjadi ciri orang kafir) dan berkhitanlah.” (HR. Abu Dawud).

Adapun beberapa penelitian kekinian membuktikan bahwa berkhitan (sunat) berfungsi sebagai kesehatan, khususnya tercegah dari penyakit kelamin.

Kami LAZUCARE Indonesia menyelenggarakan amanah Cinta Sehat ini untuk para Yatim dan Dhuafa.

Mari berinvestasi pahala tanpa henti dengan membantu meringankan biaya sahabat Yatim dan Dhuafa untuk berkhitan :

Klik Donasi : https://khitanan.ucareindonesia.org/

Sumber :

Dari berbagai sumber

More
articles