“.. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj (22): 28)
Sebagian ulama berkata: firmanNya: “Makanlah olehmu sebagian darinya” merupakan nasikh (penghapus) perilaku mereka, krn dulu mereka mengharamkan daging qurban mereka sendiri dan tidak memakannya – sebagaimana yg kami ceritakan tentang daging hadyu-, lalu Allah hapuskan hal itu dengan firmanNya: “Makanlah olehmu sebagian darinya”, serta hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Siapa yang berqurban hendaknya dia makan qurbannya”, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun pernah makan qurban dan hadyu-nya. (Ibid, 12/46)
Imam Al Khathib asy Syarbini Rahimahullah mengatakan:
(وَيَأْكُل من الْأُضْحِية المتطوع بهَا) أَي ينْدب لَهُ ذَلِك قِيَاسا على هدي التَّطَوُّع الثَّابِت بقوله تَعَالَى {فَكُلُوا مِنْهَا وأطعموا البائس الْفَقِير} أَي الشَّديد الْفقر وَفِي الْبَيْهَقِيّ أَنه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم كَانَ يَأْكُل من كبد أضحيته
Hendaknya dia makan hewan qurban sunnahnya, yaitu dianjurkan baginya memakannya diqiyaskan dengan hadyu yang sunnah, sebagaimana begitu kuat dalilnya dalam firman Allah Ta’ala: “Makanlah olehmu sebagian darinya dan sebagian lain berikan kepada orang-orang fakir.” Yaitu yang kefakirannya berat. Dalam riwayat al Baihaqi disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakan hati hewan qurbannya. (Al Iqna’, 2/592)
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah memaparkan cara pembagian sebagai berikut:
للمهدي أن يأكل من هديه الذي يباح له الاكل منه أي مقدار يشاء أن يأكله، بلا تحديد، وله كذلك أن يهدي أو يتصدق بما يراه. وقيل: يأكل النصف، ويتصدق بالنصف وقيل: يقسمه أثلاثا، فيأكل الثلث، ويهدي الثلث، ويتصدق بالثلث
“Si pemiliki hewan kurban dibolehkan makan bagian yang dibolehkan baginya sesuai keinginannya tanpa batas. DIa pun boleh menghadiahkan atau mensedekahkan sesuka hatinya. Ada pula yang mengatakan dia boleh memakannya setengah dan mensedekahkan setengah. Dan dikatakan: dibagi tiga bagian, untuknya adalah sepertiga, dihadiahkan sepertiga, dan disedekahkan sepertiga”. (Fiqhus Sunnah, 1/742-743)
Tapi, jika qurban wajib seperti qurban karena NADZAR para ulama berbeda pendapat atas kebolehan memakannya. Dalam Al Mausu’ah tertulis:
اما اذا وجبت الاضحية ففى حكم الاكل منها اختلاف الفقهاء
Ada pun jika qurban yang wajib, maka hukum memakannya para ulama berselisih pendapat. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, 6/116)
Pihak yang melarang mengatakan qurban yg wajib maka seperti sedekah wajib (misal zakat), di mana pihak yang bersedekah tidak sepatutnya memakan sedekahnya sendiri. Sementara pihak yang membolehkan menegaskan kebolehan itu berdasarkan keumuman dalil anjuran memakannya tanpa memilih qurban sunnah atau wajib.
Jika ingin ambil sikap yang hati-hati dalam qurban nadzar adalah dengan tidak memakannya, tentu itu sangat bagus.