“Sudah tahu, apa saja hal-hal yang membatalkan shalat?”
Shalat merupakan rukun islam yang tidak hanya menjadi kewajiban, tapi juga menjadi kebutuhan bagi umat islam. Agar ibadah shalat diterima, maka harus dipastikan bahwa syarat dan rukun-rukun shalat telah terpenuhi. Serta tidak lupa untuk menghindari hal-hal yang dapat membatalkannya.
Shalat itu menjadi batal dan hilang maksud tujuannya karena melakukan perbuatan-perbuatan di bawah ini!
Baca juga: Apa Saja Syarat Shalat dan Tata Caranya?
5 Hal-hal yang Membatalkan Shalat
1.Makan dan Minum dengan Sengaja
Berkata Ibnu Mundzir: “Para ahli telah sepakat bahwa barang siapa yang makan atau minum dengan sengaja dalam shalat fardlu, maka shalatnya batal dan ia wajib mengulanginya. Demikian pula dalam shalat sunat menurut jumhur. karena apa-apa yang membatalkan shalat fardlu, maka dia juga membatalkan shalat sunat.”
Adapun golongan Syafi’I dan Hambali berpendapat tidak batal shalat disebabkan makan atau minum karena lupa atau tidak sengaja. Begitupun bila berupa sisa-sisa yang terdapat di antara gigi-gigi, lalu ditelannya. Sedangkan, menurut Thawus dan Ibnu Ishak tidak apa minum, karena itu merupakan pekerjaan enteng. Dan diriwayatkan dari Said bin Jubeir dan Ibnuz Zubeir, bahwa mereka pernah minum di waktu sedang shalat tathawwu.
2. Berkata-Kata dengan Sengaja dan Bukan Untuk Kepentingan Shalat
Diterima dari Zaid bin Arqam, katanya:
“Dahulu kami biasa bicara dalam shalat, yang seorang mengajak teman yang di sampingnya bicara, hingga turunlah ayat ‘Dan tegaklah kamu menyembah Allah dengan khusyu’! Maka semenjak itu kami pun diperintahkan diam dan dilarang berbicara.” (Riwayat Jama’ah)
Dan dari Ibnu Mas’ud, katanya:
“Dahulu kami memberi salam kepada Nabi saw. pada waktu beliau sedang bershalat, dan beliau menjawab salam kami itu. Setelah kami kembali dari Habsyi, kembali kami memberi salam, tetapi beliau tidak menjawab. Kami pun bertanya: ‘Ya Rasulullah, dahulu kami beri salam ketika Anda dalam bershalat dan Anda pun menjawabnya’.Ujar Nabi saw.: ‘Sesungguhnya dalam shalat itu cukup kesibukan’-hingga terhalang pembicaraan – (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Mengenai tidak batalnya shalat karena berbicara disebabkan lupa, alasannya ialah hadits Abu Hurairah r.a., katanya:
“Rasulullah saw, bershalat Dhuhur dan ‘Ashar bersama kami, dan setelah memberi salam, seorang sahabat bernama Dzul Yadain bertanya: ‘Apakah shalat tadi digasar, ataukah Anda lupa ya Rasulullah”? Rasulullah menjawab: ‘Shalat tidak diqasar dan saya juga tidak lupa’. Dzul Yadain mengatakan lagi: ‘Anda telah lupa ya Rasulullah’. Nabi saw. pun menanyakan: ‘Benarkah apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain itu”? ‘Benar’, ujar para sahabat. Lalu Nabi saw. bershalat dua raka’at lagi dan sujud dua kali.”(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Golongan Maliki membolehkan bicara asal untuk kepentingan shalat, dan tidak terlalu banyak menurut kebiasaan, juga seandainya ini belum lagi dimengerti kalau hanya diingatkan dengan tasbih saja.
3. Banyak Bergerak dengan Sengaja
Para ulama berselisih dalam memberikan ukuran sedikit atau banyak dalam soal bergerak ini. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud banyak adalah sekiranya ada orang yang melihatnya dari jauh, maka ia akan menyangkanya tidak sedang shalat. Dan jika sebaliknya, maka dia disebut bergerak sedikit. Ada pula yang mengatakan, jika pelakunya dikira orang sedang tidak bershalat, maka dikatakan banyak.
Berkata Nawawi: “Perbuatan yang tidak termasuk dalam pekerjaan shalat, jika banyak maka membatalkan, dan kalau hanya sedikit, maka tidak. Semua ulama sepakat dalam hal ini. tetapi dalam menentukan ukuran banyak atau sedikitnya, ada empat pendapat.” Imam Nawawi memilih yang keempat, katanya: “Adapun yang sah dan masyhur ialah mengembalikan soal itu kepada kebiasaan yang lazim. Jadi yang biasa dianggap sedikit oleh orang banyak seperti memberi isyarat ketika menjawab salam, melepas terompah, melepas serban atau meletakkan juga mengenakan pakaian yang ringan atau melepasnya, begitu pula mengambil benda kecil atau meletakkannya, menolak orang yang hendak lewat di muka atau mengmenggosok lendir di baju dan lain-lain, semua itu tidak membatalkan.Tetapi kalau menurut anggapan orang pekerjaan itu banyak, seperti banyak melangkah dan berturut-turut atau melakukan perbuatan yang sambung-menyambung, maka itu membatalkan.”
Selanjutnya katanya: “Para sahabat sepakat bahwa bergerak banyak yang membatalkan itu, ialah jika berturut-turut. Jadi kalau berantara, maka tidak, seperti melangkah selangkah kemudian berhenti sebentar, lalu melangkah lagi selangkah atau dua langkah, yakni secara terpisah-pisah. Seandainya ini diulang-ulang walaupun sampai seratus langkah atau lebih, maka tidak menjadi apa. Adapun gerakan enteng seperti menggerakkan jari buat menghitung tasbih atau disebabkan gatal dan lain-lain, maka tidak membatalkan walaupun dilakukan berturut-turut, dan hukumnya hanya makruh saja. Dan Syafi’i telah menegaskan bahwa seseorang yang menghitung-hitung bacaan ayat dengan cara menggenggamkan tangan, tidaklah batal shalatnya, hanya sebaiknya hal itu ditinggalkan.”
4. Sengaja Meninggalkan Sesuatu Rukun Atau Syarat Shalat Tanpa Uzur
Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi melihat seorang Badui yang tidak menyempurnakan shalatnya:
“Kembalilah bershalat, sebab engkau belum lagi berarti shalat!”
Hal ini telah disebutkan dulu.
Berkata Ibnu Rusyd: “Semua ulama sependapat bahwa bershalat tanpa thaharah, baik dengan sengaja atau karena lupa, wajib diulangi. Begitu juga yang tidak menghadap kiblat. Ringkasnya orang yang melalaikan salah satu di antara syarat-syarat sahnya shalat, harus mengulangi shalatnya kembali.”
5. Tertawa Dalam Shalat
Ibnul Mundzir menyebutkan bahwa menurut ijma’ ulama shalat itu batal disebabkan tertawa. Berkata Nawawi: “Pendapat ini dimaksudkan kalau tertawa ketika itu sampai keluar dengan jelas dua buah huruf.”
Menurut sebagian besar ulama, tersenyum tidak mengapa. Adapun orang yang tidak dapat menahan tawanya, kalau hanya sedikit, tidak batal, tapi kalau banyak, batal. Ukuran sedikit atau banyak itu kepada ‘urf atau kebiasaan yang lazim.
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 110)
Baca juga: Sudah Tahu Makna Syahadat dan Shalat dalam Islam?
Catatan: Hal-hal yang Membatalkan Shalat
Itulah tadi hal-hal yang membatalkan shalat dalam kitab Fikih Sunnah karangan Sayyid Sabiq. Maka haram bagi orang yang sedang shalat melakukan hal-hal yang membatalkan shalat tanpa sebab atau uzur.
Tetapi jika ada sesuatu sebab, seperti menolong orang yang ditimpa bencana, membebaskan orang yang hendak tenggelam dan lain-lain. maka ia wajib memutuskan shalatnya. Golongan Hanafi dan Hanbali berpendapat. boleh memutuskan shalat itu bila khawatir akan hilangnya harta walau hanya sedikit. Begitu pun karena hal-hal lain, misalnya seorang ibu yang anaknya mengaduh kesakitan, takut tertumpah periuk dan seseorang yang takut kendaraannya hilang dan sebagainya.
Daftar Pustaka: Sabbiq, Sayyid. (1976). Fikih Sunnah 2. Bandung: PT Alma’arif