“Apa saja hal-hal yang dibolehkan dalam shalat atau disunnahkannya?”
Pertama, disunahkan bagi orang yang sedang shalat untuk mencegah atau menghalangi orang lain berlalu di depannya dalam jarak yang dekat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:
“Jika salah seorang dari kalian sedang melakukan shalat, maka jangan sampai ia membiarkan orang lain lewat di depannya. Jika orang tersebut menolak, maka hendaknya ia memeranginya, karena sesungguhnya ada setan bersamanya.” (HR Muslim).
Akan tetapi, jika di depan orang yang sedang shalat tersebut ada pembatas (sesuatu yang tinggi seperti tembok dan sebagainya) maka dibolehkan bagi orang lain berjalan di baliknya. Demikian juga diperbolehkan jika kondisi mengharuskan orang lain tersebut berjalan di depannya karena tempat yang sempit. Dalam kondisi ini orang lain boleh berjalan di depannya dan ia tidak perlu menghalanginya. Demikian halnya jika seseorang sedang melakukan haji atau umrah, maka ia tidak perlu menghalangi orang lain yang berjalan di depannya. Karena Rasulullah ketika melakukan shalat di Mekah Nabi membiarkan orang-orang berjalan di depan Nabi tanpa ada pembatas yang menghalangi.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah.
Meletakkan dan membuat pembatas di depan tempat sujud adalah Sunah bagi seseorang yang shalat sendiri atau menjadi imam. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah:
“Jika salah seorang dari kalian melaksanakan shalat, hendaknya ia shalat menghadap pembatas dan mendekatinya.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Hadis Abu Said al- Khudri).
Bagi makmum, pembatasnya adalah pembatas imam. Meletakkan pembatas bukanlah hal yang wajib. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah shalat di tempat terbuka tanpa ada pembatas di depan Nabi.
Posisi pembatas tersebut hendaknya berdiri dan lebih tinggi dari lantai setinggi lengan, baik bentuknya lebar ataupun tidak. Hikmah meletakkan pembatas di depan orang shalat adalah untuk menghalangi orang lain berlalu di depannya, juga agar orang ia tidak terganggu oleh orang yang berlalu di balik pembatas tersebut.
Jika melaksanakan shalat di gurun atau tempat terbuka, maka hendaknya melaksanakannya di dekat sesuatu yang tidak bergerak, seperti pohon, batu atau tongkat. Jika tidak tongkat tersebut tidak bisa ditancapkan ke tanah, maka cukup diletakkan di depannya.
Kedua, hal-hal yang dibolehkan dalam shalat selanjutnya adalah jika imam melakukan kesalahan dalam bacaannya, maka makmum hendaknya mengingatkannya dengan bacaan yang benar.
Ketiga, dibolehkan bagi orang yang shalat untuk memakai pakaian dan sejenisnya, membawa sesuatu dan meletakkannya, membuka pintu serta boleh juga membunuh ular dan kalajengking. Karena Rasulullah memerintahkan seseorang untuk membunuh dua binatang hitam, yaitu ular dan kalajengking, walaupun sedang shalat.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi serta disahihkannya. Akan tetapi hendaknya seseorang yang sedang shalat tidak banyak melakukan hal yang mubah (yang dibolehkan) kecuali dalam keadaan darurat. Karena jika banyak melakukannya secara terus menerus atau bersambung tanpa ada sesuatu yang darurat, maka hal itu membuat shalatnya batal. Hal ini disebabkan karena itu bertentangan dengan sifat shalat dan menganggu ke-khusyuk-annya.
Hal-hal yang Dibolehkan dalam Shalat
Keempat, jika ada sesuatu yang terjadi pada seseorang yang sedang shalat, seperti ada orang yang meminta izin kepadanya, imamnya lupa atau khawatir orang yang ada di dekat akan celaka, maka ia dapat memberi peringatan, yaitu bagi laki-laki dengan membaca subhanallaah dan bagi perempuan dengan menepuk tangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:
“Jika terjadi sesuatu pada kalian ketika kalian sedang shalat, maka bagi para laki-laki hendaknya bertasbih dan bagi para wanita hendaknya menepuk tangannya.” (Muttafaq Alaih).
Baca juga: Apa Saja Hal-Hal yang Dimakruhkan Dalam Shalat? Cek 15 Poin Ini!
Kelima, tidak makruh mengartikan salam kepada orang yang sedang shalat jika ia tahu bagaimana cara menjawabnya. Orang yang sedang shalat menjawab salam dengan isyarat bukan dengan ucapan, ia tidak boleh menjawab dengan kata wa’alaikum salaam. Jika ia menjawab salam tersebut dengan kata-kata, maka shalatnya menjadi batal, karena menjawab salam adalah ucapan yang ditujukan kepada sesama manusia. Dibolehkan juga bagi orang yang sedang shalat untuk menunda dalam menjawab salam hingga shalatnya selesai.
Keenam, dibolehkan bagi orang yang sedang shalat untuk membaca sejumlah surah dalam satu rakaat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Hadis sahih bahwa Rasulullah ketika shalat malam membaca surah al-Baqarah, surah Ali Imran dan surah an-Nisaa dalam satu rakaat. Dibolehkan juga mengulang surah yang sama atau membaginya dalam dua rakaat, atau juga membaca ayat-ayat terakhir atau pertengahan dari sebuah surah. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas r.a., Rasulullah dalam rakaat pertama shalat Subuh membaca ayat:
“Katakanlah (hai orang-orang mu’min): Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami.” (al-Baqarah: 136).
Pada rakaat ke doa, Nabi membaca salah satu ayat dari surah Ali Imran:
“Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu.” (Ali Imran: 64).
Hal ini juga berdasarkan keumuman firman Allah : “Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran.” (alMuzzammil: 20).
Ketujuh, orang yang sedang shalat juga dibolehkan membaca ta’awwudz ketika membaca ayat azab dan memohon kepada Allah ketika membaca ayat rahmat. Boleh juga berselawat kepada Nabi Muhammad ketika nama Nabi disebutkan, karena perintah untuk berselawat kepada Nabi sangat ditekankan.
Inilah sejumlah hal yang disunnahkan atau diperbolehkan untuk dilakukan ketika sedang salat.
Hendaknya diketahui bahwa shalat adalah ibadah yang agung, yang di dalamnya tidak boleh diucapkan atau dilakukan sesuatu kecuali dalam batas-batas syarak sehingga dapat menikmati ibadah shalat dengan sempurna.
Daftar Pustaka: Al-fauzan, Saleh bin. 2020. Ringkasan Fiqih Islam (Ibadah & Muamalah) Yogyakarta: Penerbit Mueeza.