Dahsyatnya Keutamaan Memberi Makanan Pada Sesama
Berbuat Baik Kepada Anak Yatim

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

Dianggap biasa, nyatanya ada keutamaan memberi makanan kepada sesama makhluk.

Seperti yang kita ketahui, makan dan minum merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia. Oleh karenanya, sedekah atau memberi makanan kepada sesama mempunyai keutamaan yang sangat besar.

Anjuran Memberi Makan Kepada Sesama

Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman, artinya: “atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir.” (QS. Al-Balad: 14-16)

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan: 8-9)

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Wahai manusia! tebarkan salam, berilah makan, shalatlah saat manusia tidur maka kalian akan masuk surga dengan kesejahteraan.” (HR. Tirmidzi)

Keutamaan Memberi Makanan, Amalan yang Istimewa

KEUTAMAAN MEMBERI MAKANAN 3

Al-Faqih menuturkan dari Muhammad bin Abdul Wahhab bin Muhammad, dari Ahmad bin Ali, dari Abu Tsabit Ahmad bin Abu Wida’ah, dari Abu Bakar bin Amr bin Sa’id bin Ali bin Al-Azhari, dari Jarir, dari Al-A’masy, dari Athiyyah Al-Aufi, bahwa Jabir bin Abdullah berkata, “Wahai Athiyyah, jagalah baik-baik wasiatku ini, karena barangkali aku tidak akan bisa melihat kamu selain dalam perjalanan ini, yaitu: cintailah keluarga dan sahabat Nabi Muhammad Saw., cintailah keluarga Muhammad Saw. walaupun misalnya mereka itu berpuasa dan mengerjakan salat malam, berikanlah makanan, sebarkanlah salam, dan salatlah di waktu malam ketika orang-orang sedang tidur nyenyak, karena aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:

“Allah tidak mengambil Ibrahim sebagai kekasih-Nya, kecuali karena ia suka memberi makanan, menyebarkan salam, dan salat pada waktu malam ketika orang-orang sedang tidur.”

Atha berkata, “Apabila Nabi Ibrahim as hendak makan, lalu tidak ada tamu di rumahnya, maka beliau berjalan-jalan sekitar satu sampai dua mil untuk mencari orang yang bisa diajak makan bersama.”

Ikrimah r.a. berkata, “Nabi Ibrahim a s. dijuluki AbudhDhifaan (bapaknya para tamu) dan di rumahnya ada empat pintu yang menghadap ke empat penjuru, sehingga beliau bisa melihat dari arah mana orang datang ‘

Ali bin Abu Thalib kw. berkata, “Bila aku dapat mengumpulkan kawan-kawanku untuk makan bersama dengan satu atau dua gantang, hal itu lebih aku sukai daripada aku pergi ke pasar untuk membeli budak lalu menjualnya.”

Baca juga: Keistimewaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah

Jangan Remehkan Sedekah Makanan

Dari Ibnu Umar r.a., bahwa jika ia sedang memasak makanan lalu ada orang kaya yang lewat, maka ia tidak memanggilnya. Akan tetapi, jika ada orang miskin yang lewat, maka ia memanggilnya untuk diajak makan bersama, dan ia berkata, “Apakah gunanya kamu mengundang orang yang tidak menginginkan makanan, sementara kamu membiarkan orang yang menginginkannya?”

keutamaan memberi makanan

Diriwayatkan dari Nabi Saw, bahwa ketika beliau ditanya:

“Amal apakah yang paling baik memasukkan manusia ke surga? Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang terpuji. Kemudian saya bertanya lagi, ‘Amal apakah yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka?’ Beliau menjawab, Dua lubang, yakni mulut dan kemaluan, serta akhlak yang buruk.”

Masya Allah, begitu besar keutamaan memberi makanan, karenanya setiap orang dianjurkan memberi makan kepada orang-orang di sekitarnya, terutama kepada anak yatim, fakir miskin dan kaum dhuafa. Dengan makanan tersebut dapat membantu saudara-saudara kita untuk lebih bertenaga dalam menjalankan aktivitasnya.

Jelang Idul Adha, saat yang lainnya berlomba-lomba untuk mengerjakan amalan ibadah berkurban, namun bila sahabat belum mampu berkurban, masih ada kesempatan untuk sedekah daging dalam bentuk rendang.

Ingin sedekah daging untuk sesama di hari tasyrik? Yuk, sedekah daging sekarang!

Referensi: Samarqandi, Al-Faqih Abul Laits As-. 1999. Tanbihul Ghafilin: Nasehat Bagi yang Lalai (2). Jakarta: Pustaka Amani.

More
articles