Apa saja hikmah puasa yang dijalankan oleh umat Muslim?
Alasan Ibadah Puasa Sebab Menggapai Takwa

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa ada beberapa alasan ibadah puasa jadi sebab utama menggapai takwa:
1. Yang meliputi takwa dalam puasa adalah seorang muslim meninggalkan apa yang Allah haramkan saat itu yaitu makan, minum, hubungan intim sesama pasangan, dan semacamnya. Padahal jiwa begitu terdorong untuk menikmatinya. Namun, semua itu ditinggalkan karena ingin mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap pahala dari-Nya. Inilah yang disebut takwa.
2. Begitu pula orang yang berpuasa melatih dirinya untuk semakin dekat kepada Allah. Ia mengekang hawa nafsunya padahal ia bisa saja menikmati kenikmatan yang ada. Ia tinggalkan itu semua karena ia tahu bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu mengawasinya.
3. Begitu pula puasa semakin mengekang jalannya setan dalam saluran darah. Karena setan itu merasuki manusia pada saluran darahnya. Ketika puasa, saluran setan tersebut menyempit. Maksiat pun akhirnya berkurang.
4. Orang yang berpuasa umumnya semakin giat melakukan ketaatan, itulah umumnya yang terjadi. Ketaatan itu termasuk takwa.
5. Ketika puasa, orang yang kaya akan merasakan lapar sebagaimana yang dirasakan fakir miskin. Ini pun bagian dari takwa.
Baca juga: Penjelasan Tentang Kewajiban Puasa Ramadan
Makna Takwa Sebagai Hikmah Puasa

Takwa sebagaimana kata Thalq bin Habib rahimahullah, “Takwa adalah engkau melakukan ketaatan pada Allah atas petunjuk dari Allah dan mengharap rahmat Allah. Takwa juga adalah engkau meninggalkan maksiat yang Allah haramkan atas petunjuk dari-Nya dan atas dasar takut pada-Nya.” (Lihat Majmu’ah Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7:163 dan Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam karya Ibnu Rajab Al-Hambali, 1:400).
Kata Ibnu Rajab Al-Hambali, “Takwa asalnya adalah seseorang mengetahui apa yang mesti ia hindari lalu ia tinggalkan.”
Ma’ruf Al-Karkhi berkata, “Jika engkau tidak baik dalam takwa, maka pasti engkau akan terjerumus dalam memakan riba. Kalau engkau tidak baik dalam takwa, maka pasti engkau akan bertemu seorang wanita lantas pandanganmu tidak engkau tundukkan.” (Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:402).
Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata bahwa dengan berpuasa akan membuat diri terjaga dari maksiat karena dengan puasa akan menghancurkan syahwat dan mengurangi terjadinya maksiat. Lihat Fath Al-Qadir, 1:329. Apa yang dikatakan oleh Asy-Syaukani ini sebagaimana disebutkan dalam hadits.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dan puasa adalah tameng.” (HR. Bukhari, no. 1904 dan Muslim, no. 1151). Dalam hadits ‘Utsman bin Abi Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Puasa itu tameng dari neraka sebagaimana seseorang memilki tameng yang melindunginya saat perang.” (HR. An-Nasa’i, no. 2233 dan Ahmad, 4:21. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Faedah Surah Al-Baqarah Ayat 183: Puasa Jalan Menuju Takwa

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Pertama: Pentingnya ibadah puasa karena Allah menyeru dengan “wahai orang beriman” menunjukkan bahwa meninggalkan puasa berarti mencacati iman.
Kedua: Penyebutan wajibnya puasa orang sebelum kita untuk menyemangati kita sehingga kita mudah menjalankan ibadah puasa.
Ketiga: Keutamaan umat Islam karena umat ini terkumpul padanya kemulian-kemuliaan dari umat sebelumnya.
Keempat: Keutamaan takwa dan kita diperintahkan untuk melakukan sebab yang mengantarkan pada takwa.
Kelima: Segala sebab yang mengantarkan kepada suatu keutamaan, maka dihukumi juga sebagai amalan yang utama (mulia).
Keenam: Puasa kita sama dengan puasa umat sebelum kita tidaklah menunjukkan sama dalam keutamaan. Puasa umat sebelum kita, ada yang mengatakan adalah puasa tiga hari setiap bulan. Sedangkan puasa kita berpindah dari yang ringan menjadi berat dari sisi jumlah harinya bertambah banyak. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa kita diwajibkan puasa pada hari Asyura, lalu dinasakh (dihapus) dengan diwajibkannya puasa Ramadan.
Ketujuh: Kita hendaknya tidak bermain-main ketika menjalani puasa. Ketika orang sebelum kita diwajibkan puasa, mereka bermain-main. Ada yang menyebutkan bahwa ketika umat Nashrani berat jalani puasa pada musim panas, mereka menggantinya pada musim semi, tetapi harus menambah sepuluh hari. Kalau kita umat Islam, hendaklah menjalankan puasa sesuai yang diperintahkan tanpa mengganti dan mengubahnya.
Kedelapan: Penyebutan ‘illah (sebab) suatu hukum akan memotivasi kita untuk mengamalkan hukum tersebut.
Kesembilan: Faedah puasa adalah untuk menggapai takwa, bukan karena Allah butuh pada puasa kita. Allah itu Mahakaya, tidak butuh pada makhluk-Nya.
Kesepuluh: Makna takwa itu ada pada puasa. Karena makna takwa adalah mengharap apa yang ada di sisi Allah dengan menjalankan perintah (yaitu ikhlas kepada Allah) dan meninggalkan larangan (yaitu meninggalkan pembatal puasa) karena takut akan siksa Allah.
Referensi: Tuasikal, Muhammad Abduh. 2020. Untaian Faedah dari Ayat Puasa. Daerah Istimewa Yogyakarta: Rumaysho