Pengertian Najis dan Macam-macamnya
najis dan macam-macamnya

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

“Adakah sahabat yang masih bingung, apa pengertian najis dan macam-macamnya? Lalu, bagaimana penjelasan serta dalilnya?”

Pengertian Najis dan Macam-Macamnya

Najis adalah kotoran yang bagi setiap Muslim wajib menyucikan diri daripadanya dan menyucikan apa yang dikenainya.

Firman Allah Ta’ala, artinya:

“dan pakaianmu bersihkanlah,” (QS. Al-Muddassir: 4)

 

Dan firman-Nya, artinya:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tobat, dan mencintai orang-orang yang bersuci.” (Al-Baqarah: 222)

Baca juga: 4 Jenis Air dan Macam-macamnya

 

Tentang Najis dan Macam-Macamnya

najis dan macam-macamnya

1.Bangkai: ialah yang mati secara begitu saja artinya tanpa disembelih menurut ketentuan agama. Termasuk juga dalam ini apa yang dipotong dari binatang hidup, berdasarkan hadits Abu Waqib al-Laitsi:

Artinya:

Telah bersabda Rasulullah saw.: “Apa yang dipotong dari binatang ternak, sedang ia masih hidup, adalah bangkai.” (H.R. Abu Daud dan Turmudzi dan diakuinya sebagai hadits hasan)

 

Dikecualikan dari itu:

a. Bangkai ikan dan belalang, maka dia suci, karena hadits Ibnu Umar r.a.:

Artinya:

Telah bersabda Rasulullah saw: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, ialah bangkai ikan dan belalang, sedang mengenai darah ialah hati dan limpa.” (Diriwayatkan oleh Ahmad Syafi’i, Ibnu Majah. Baihaqi dan Daruquthni, tetapi haini dhaif. Hanya Imam Ahmad yang mensahkannya sebagai hadits mauquf, sebagaimana dikatakan oleh Zar’an dan Abu Hatim)

b. Bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir seperperti semut, lebah dan lain-lain, maka ia adalah suci. Jika ia jatuh ke dalam sesuatu dan mati di sana, maka tidaklah menyebabkannya bernajis.

 

Berkata Ibnul Mundzir: “Tidak saya ketahui adanya pertikaian tentang sucinya apa yang disebutkan tadi, kecuali apa yang diriwayatkan dari Syafi’i. Dan yang lebih populer dari mazhabnya ialah najis, hanya dimaafkan bila jatuh dalam benda cair selama benda cair itu tidak berubah karenanya.”

c. Tulang dari bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku, dan kulit serta apa yang sejenis dengan itu hukumnya suci, karena asalnya semua ini suci dan tak ada dalil mengatakan najisnya.

Berkata Az-Zuhri mengenai tulang-belulang bangkai seperti misalnya gajah dan lain-lain: “Saya dapati orang-orang dari ulama-ulama Salaf mengambil sebagai sisir dan menjadi minyak, demikian tidak jadi apa-apa.”

 

 

2. Darah, baik ia darah yang mengalir atau tertumpah. Misalnya yang mengalir dari hewan yang disembelih, ataupun darah haid. Tetapi dimaafkan kalau hanya sedikit.

Dari Ibnu Juraij mengenai firman Allah Ta’ala:

‎ أَوْدَ مَا مَسْفُوحًا ‎

Katanya yang dimaksud dengan darah masfuha itu ialah darah yang mengucur sedang yang terdapat dalam urat-urat itu tidak jadi apa. (Dikeluarkan oleh Ibnul Mundzir)

Dan sewaktu kepada Abu Mijlaz menanyakan tentang darah yang terdapat di bekas sembelihan domba (leher) atau darah yang dijumpai di permukaan periuk, dia berkata: “Tidak apa-apa yang dilarang itu hanyalah darah yang tertumpah.” (Diriwayatkan oleh Abdu Hamid dan Abu Syeikh)

Dan dari ‘Aisyah r.a., katanya: “Kami makan daging sedang darah tampak merupakan benang-benang dalam periuk.” Kata Hasan pula: “Kaum Muslimin tetap melakukan shalat dengan luka-luka mereka.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)

Kemudian ada lagi sebuah riwayat yang sah dari Umar r.a. bahwa ia shalat sedang lukanya masih berdarah. (Disebutkan oleh Hafidh dalam Al-Fath)

Sementara Abu Hurairah r.a. berpendapat tidak apa dibawa shalat kalau hanya setetes atau dua tetes darah.

Adapun darah nyamuk dan yang menetes dari bisul-bisul, maka dimaafkan berdasarkan atsar, atau riwayat dari para sahabat tadi. Dan bertanya kepada Abu Mijlaz mengenai bisul yang menimpa badan atau pakaian. Ujarnya: “Tidak apa, karena yang disebutkan oleh Allah hanya darah dan tidak dise-but-Nya tentang nanah.” Berkata Ibnu Taimiyah: “Wajib men- cuci kain dari nanah beku dan nanah yang bercampur darah.”

3. Daging babi

najis dan macam-macamnya

Firman Allah Ta’ala: “Katakanlah: Tidak kujumpai di dalam wahyu yang disampaikan kepadaku makanan yang  diharamkan kecuali bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena itu adalah najis.” (Sampai akhir ayat 145 surat Al-An’am)

Maksudnya karena semua itu adalah menjijikkan yang tak disukai oleh selera yang sehat. Maka kata ganti “itu” kembali pada ketiga jenis tersebut.

 

4, 5 dan 6. Muntah, kencing dan kotoran manusia

Najisnya semua ini disepakati bersama, hanya kalau muntah itu sedikit, maka dimaafkan.

Begitu pun diberi keringanan terhadap kencing bayi laki- laki yang belum diberi makan, maka cukup buat menyucikannya dengan jalan memercikkannya dengan air, berdasarkan hadits Ummu Qais r.a. yang artinya: “Bahwa ia datang kepada Nabi saw. membawa bayinya yang laki-laki yang belum lagi sampai usia buat diberi makan, dan bahwa bayinya itu kencing dalam pangkuan Nabi. Maka Nabi pun meminta air lalu memercikkannya (maksudnya sebagaimana tersebut pada riwayat-riwayat lain ialah menebarkan air dengan jari-jari sekira tidak sampai cukup banyak buat mengalir) ke atas kainnya, dan tidak mencucinya sekali-kali.” (Disepakati oleh ahli-ahli hadits)

 

Dan dari ‘Ali r.a., katanya, artinya:

Telah bersabda Rasulullah saw.: “Kencing bayi laki-laki diperciki air, sedangkan kencing bayi perempuan hendaklah dicuci.” Berkata Qatadah: “Ini selama kedua mereka ini belum diberi makan, jika sudah, kencing mereka hendaklah dicuci.” (H.R. Ahmad- dengan lafadh atau susunan kata daripadanya dan Ashabus Sunan kecuali Nasa’i. Berkata Hafidh dalam Al-Fat-h: “Isnadnya adalah sah”).

 

Kemudian, memerciki itu hanya cukup, selama bayi tiada beroleh makanan selain dari jalan menyusu. Adapun bila ia telah diberi makan, maka tak ada pertikaian tentang wajib mencucinya. Keringanan dengan cukup diperciki itu mungkin sebabnya karena gemarnya orang-orang buat melahirkan bayi hingga sering kena kencing dan masyaqqah atau sulit buat mencucinya, diberi keringanan dengan cara tersebut.

 

7. Wadi: yaitu air putih kental yang keluar mengiringi kencing. Ia adalah najis tanpa pertikaian. Berkata ‘Aisyah ra.. “Adapun wadi ia setelah buang air kecil, maka hendaklah seorang mencuci kemaluannya lalu berwudhu dan tidak usah mandi.” (Riwayat Ibnul Mundzir)

Dan dari Ibnu Abbas r.a. Mengenai mani, wadi dan madzi, katanya: “Adapun mani, hendaklah mandi, mengenai madzi dan wadi, pada keduanya berlaku cara bersuci.” (Diriwayatkan oleh Atsram dan Baihaqi, sedang pada Baihaqi lafadhnya adalah sebagai berikut: “Adapun wadi dan madzi, katanya, cucilah kemaluanmu atau tempat kemaluanmu, dan lakukanlah pekerjaan wudhukmu buat shalat.”)

8. Madzi: Yakni air putih bergetah yang keluar sewaktu mengingat sanggama atau ketika sedang bercanda. Kadang-kadang keluarnya itu tidak terasa. Terdapat pada laki-laki dan perempuan hanya lebih banyak dari golongan perempuan. Hukumnya najis menurut kesepakatan ulama, hanya bila ia menimpa badan wajib dicuci, dan jika menimpa kain, cukuplah dengan memercikinya dengan air karena ini merupakan najis yang sukar menjaganya sebab sering menimpa pakaian pemuda-pemuda sehat, hingga lebih layak mendapat keringanan dari kencing bayi.

9. Mani. Sebagian para ulama berpendapat bahwa ia najis. Pendapat yang kuat ia adalah suci, tetapi disunatkan mencucinya bila ia basah, dan mengoreknya bila kering. Berkata Aisyah r.a.: “Kukorek mani itu dari kain Rasulullah saw. bila ia kering, dan kucuci bila ia basah.” (Riwayat Daruquthni. Abu Uwanah dan Al-Hazzar)

Dan dari Ibnu Abbas r.a., katanya, Artinya:

“Nabi saw. ditanya orang mengenai mani yang mengenai kain. Maka jawabnya: ‘Ia hanyalah seperti ingus dan dahak, maka cukup bagimu menghapusnya dengan secarik kain atau dengan daun-daunan’.” (Riwayat Daruquthni, Baihaqi dan Thahawi, sedang hadits menjadi perbantahan mengenai marfu’ atau mauqufnya, yakni tentang sampai sanadnya kepada Nabi saw. atau hanya sampai sahabat saja).

10. Kencing dan tahi binatang yang tidak dimakan dagingnya.

Keduanya adalah najis karena hadits Ibnu mas’ud r.a.,katanya:

“Nabi saw. hendak buang air besar, maka disuruhnya aku mengambilkan tiga buah batu. Dapatlah aku dua buah, dan kucari lagi tapi tidak ketemu. Maka kuambillah tahi kering lalu kuberikan padanya. Kedua batu itu diterima oleh Nabi, tapi tahi tadi dibuangnya. Katanya: “Ini najis.” (HR. Bukhari, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah)

 

Mengenai kencing atau tahi hewan yang dimakan dagingnya, di antara ulama yang mengatakannya suci ialah Malik, Ahmad dan segolongan dari ulama mazhab Syafi’i. Berkata Ibnu Taimiyah: “Tak seorang pun di antara sahabat yang mengatakannya najis, bahkan mengatakannya najis itu adalah ucapan yang dibuat-buat yang tak ada dasarnya di kalangan sahabat yang dulu-dulu.” Sekian.

 

Dari Anas r.a., katanya, Artinya:

“Orang-orang Ukul dan ‘Urainah datang ke Madinah dan ditimpa sakit perut. Maka Nabi saw. pun menyuruh mereka untuk mencari unta perahan dan supaya meminum kencing dan susunya,” (H.R. Ahmad dan kedua Syeikh yakni Bukhari dan Muslim) Hadits ini menjadi dalil sucinya kencing unta.

11. Binatang jallalah, karena ada larangan terhadap mengendarai jallalah, memakan daging dan meminum susunya.

Dari Ibnu Abbas r.a. Katanya, artinya:

“Telah melarang Rasulullah saw. meminum susu jallalah.” (Diriwayatkan oleh Yang Berlima kecuali Ibnu Majah, dan oleh Turmudzi dikatakan shahih).

Dan pada sebuah Riwayat, artinya:

“Nabi melarang mengendarai jallalah.” (H.R. Abu Daud)

Dan yang dimaksud dengan jallalah binatang-binatang yang memakan kotoran, baik berupa unta. sapi, kambing, ayam, itik dan lain-lain sampai baunya berubah.

Tetapi jika ia dikurung dan terpisah dari kotoran-kotoran itu beberapa waktu dan kembali memakan makanan yang baik, hingga dagingnya jadi baik dan nama jallalah tadi jadi hilang dari dirinya, maka halal, karena illat atau alasan dilarang ialah karena berubah, sedang sekarang sudah tiada perubahan lagi.

12. Khamar yakni arak. Bagi jumhur ulama ia adalah najis.

najis dan macam-macamnya

Allah SWT berfirman, artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)

 

13. Anjing, ia adalah najis dan wajib mencuci apa yang dijilatnya sebanyak tujuh kali, mula-mulanya dengan tanah berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a., katanya:

najis dan macam-macamnya

Artinya: Telah bersabda Rasulullah saw: “Menyucikan bejanamu yang dijilat oleh anjing, ialah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, mula-mulanya dengan tanah.” (H.R. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi) Mencuci dengan tanah maksudnya adalah mencampurkannya ke dalam air hingga menjadi keruh.

Jika ia menjilat ke dalam bejana yang berisi makanan kering, hendaklah dibuang mana yang kena dan sekelilingnya, sedang sisanya tetap dipergunakan karena sucinya tadi. Mengenai bulu anjing, maka yang terkuat adalah suci, dan tidak ada alasan mengatakannya najis.

 

Daftar Pustaka: Sabbiq, Sayyid. (1973). Fikih Sunnah 1.  Bandung: PT Alma’arif

More
articles