Bagaimana pengertian sujud sahwi dalam shalat?
Manusia adalah makhluk yang sering lupa dan bingung. Terlebih lagi ketika shalat, setan sangat bersemangat untuk menganggunya dengan berbagai pikiran dan menyibukkan hatinya dengan pikiran-pikiran tersebut. Akibatnya, ia sering lupa terhadap salat yang sedang ia kerjakan, sehingga tak jarang jumlah rakaat atau yang lainnya menjadi kurang atau lebih.
Karena kondisi manusia yang demikian, maka Allah mensyariatkan sujud di akhir salat sebagai penebus kelupaan yang dialami seseorang. Disyariatkannya sujud ini juga untuk menghinakan setan, menutup kekurangan yang dialami oleh seseorang ketika shalat dan untuk mendapatkan keridaan dari Allah. Sujud ini oleh para ulama disebut sebagai sujud sahwi.
Pengertian sujud sahwi dalam shalat
As-sahwu artinya lupa (an-nisyaan). Rasulullah juga pernah lupa dalam salat. Kelupaan Nabi merupakan bagian dari kesempurnaan nikmat Allah terhadap umat Nabi, serta penyempurna bagi agamaNya. Dengan lupa yang dialami oleh Rasulullah, kaum Muslimin dapat meniru Nabi di saat mereka lupa.
Banyak riwayat yang merekam salat Nabi di saat lupa dan kemudian melakukan sujud sahwi. Ada yang menyebutkan bahwa Nabi melakukannya setelah salam dari salat dua rakaat. Ada juga yang menyebutkan bahwa Nabi sujud sahwi setelah salam dari salat tiga rakaat (Magrib). Ada juga yang menyebutkan bahwa Nabi pernah berdiri sebelum ber-tasyahhud awal kemudian sujud sahwi. Masih banyak riwayat lainnya tentang sujud sahwi ini.
Nabi bersabda: Jika salah seorang dari kalian lupa, maka sujudlah.
Pengertian Sujud Sahwi dalam Shalat & Alasan Dilakukannya
Sujud sahwi disayariatkan atas seseorang karena salah satu dari tiga hal berikut:
1. Jika melakukan suatu tambahan dalam salat disebabkan lupa.
2. Jika ada yang kurang dari salatnya karena lupa.
3. Jika ragu apakah ia melakukan tambahan atau kekurangan.
Jika salah satu dari ketiga hal di atas dialami oleh orang yang sedang salat, maka hendaknya ia melakukan sujud sahwi. Namun tidak semua tambahan, kekurangan atau keragu-raguan yang dialami membuatnya boleh melakukan sujud sahwi. Melainkan hal itu harus sesuai dengan yang diterangkan oleh dalil-dalil yang ada.
Baca juga: Inilah 5 Waktu Terlarang untuk Shalat
3 Alasan Disyariatkan Sujud Sahwi
Sujud sahwi disyariatkan jika ada alasannya, baik dalam salat fardu maupun salat sunah. Hal ini dikarenakan keumuman dalil-dalil tentang sujud sahwi tersebut.
Kondisi pertama yang karenanya disyariatkan sujud sahwi adalah jika terjadi tambahan dalam salat, baik tambahan dalam bentuk perbuatan maupun ucapan. Mengenai perinciannya adalah sebagai berikut:
Jika tambahan adalah perbuatan dan ia merupakan bagian dari gerakan salat, seperti berdiri ketika seharusnya duduk dan sebaliknya, serta menambah rukuk atau sujud, dan semua itu karena lupa, maka hendaknya melakukan sujud sahwi. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a., bahwa Rasulullah bersabda:
“Jika seseorang menambah atau ada yang kurang dari salatnya, maka hendaknya ia sujud dua kali.” (HR Muslim).
Tambahan dalam salat sebenarnya juga merupakan kekurangan. Oleh karena itu disyariatkan sujud untuk menutup kekurangan tersebut.
Demikian juga jika seseorang menambah satu rakaat dalam salatnya karena lupa dan ia baru menyadarinya setelah selesai, maka disyariatkan baginya untuk melakukan sujud sahwi. Jika ia menyadarinya ketika sedang melakukan rakaat tambahan tersebut, maka hendaknya ia segera duduk dan bertasyahhud jika belum melakukannya, kemudian sujud sahwi dan salam.
Jika yang lupa adalah imam, maka makmum yang mengetahui adanya tambahan hendaknya mengingatkan sang imam dengan bertasbih bagi laki-laki dan menepukkan tangan bagi wanita. Ketika itu sang imam harus menerima peringatan makmum tersebut jika ia tidak yakin bahwa ia dalam posisi yang benar. Karena dengan demikian, berarti ia kembali kepada yang benar. Demikian juga bagi para makmum, mereka harus mengingatkan imam jika mengalami kesalahan.
Jika tambahan tersebut berupa bacaan, seperti membaca salah satu surah Alquran ketika rukuk dan sujud, atau membacanya setelah membaca al-Fatihah pada dua rakaat terakhir dari salat empat rakaat, atau dalam rakaat terakhir dari salat Magrib, maka jika hal tersebut karena lupa- disunahkan baginya untuk melakukan sujud sahwi.
Kondisi kedua adalah adanya kekurangan dalam salat atau meninggalkan bagian dari salat karena lupa. Jika yang tertinggal adalah rukun takbiratul ihram, maka salatnya tidak sah dan sujud sahwi tidak cukup untuk menggantikannya.
Apabila yang tertinggal adalah rukun selain takbiratul ihram, seperti rukuk atau sujud, dan hal itu disadari sebelum memulai bacaan dalam rakaat berikutnya, maka bagi wajib kembali dan mengerjakan yang tertinggal tersebut. Apabila hal itu disadari setelah memulai bacaan dalam rakaat berikutnya, maka rakaat yang di dalamnya tidak dikerjakan salah satu rukun tersebut menjadi batal. Rakaat berikutnya yang sedang dikerjakan menggantikannya. Sebab batalnya rakaat tersebut karena ada satu rukun yang ditinggalkan yang tidak bisa disusuli disebabkan telah masuk pada rakaat berikutnya.
Apabila seseorang menyadari adanya rukun yang tertinggal setelah salam hal ini dianggap seperti meninggalkan satu rakaat, maka apabila jarak antara salat dengan waktu menyadarinya tersebut tidak lama dan ia masih dalam kondisi suci, maka ia melaksanakan satu rakaat dan sujud sahwi kemudian salam. Namun apabila jaraknya sudah lama atau wudunya sudah batal, maka ia memulai salat dari awal.
Terkecuali jika yang tertinggal adalah tasyahhud akhir atau salam, maka hal itu tidak dianggap seperti meninggalkan satu rakaat. berhenti cukup menyediakan melakukan tasyahhud dan salam, lalu sujud kemudian salam.
Apabila lupa tasyahhud awal dan langsung berdiri pada rakaat ketiga, maka ia wajib kembali untuk melakukan tasyahhud awal selama posisi berdirinya belum sempurna. Apabila berdirinya telah sempurna maka makruh hukumnya untuk kembali sujud. Apabila ia kembali untuk duduk tasyahhud, maka salatnya tidak batal. Namun, jika ia sudah berdiri dan mulai membaca al-Fatihah, maka ia diharamkan untuk kembali sujud karena ia telah masuk ke rukun yang lain, sehingga ia tidak boleh menghentikannya.
Jika seseorang belum membaca tasbih dalam rukuk dan sujud lalu berdiri dan belum sempurna berdirinya, maka ia harus kembali untuk rukuk dan sujud lalu membaca tasbih. Dalam semua kondisi ini, ia harus sujud sahwi.
Jika yang terjadi adalah kondisi ketiga -yaitu ragu dalam salat-, maka jika seseorang ragu tentang jumlah rakaat – apakah yang telah dikerjakan dua atau tiga rakaat-, maka yang jadi pijakan adalah yang sedikit, karena itulah yang diyakini dengan pasti. Kemudian sebelum salam melakukan sujud sahwi. Sujud sahwi dilakukan karena pada dasarnya apa yang diragukan tersebut tidak ada. Juga berdasarkan Hadis yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf r.a. bahwa Rasulullah bersabda:
Jika salah seorang dari kalian ragu di dalam salatnya, dan dia tidak tahu apakah telah salat satu atau dua rakaat, maka hendaklah ia menjadi satu rakaat. Ataupun jika dia tidak tahu apakah telah salat dua atau tiga rakaat, maka hendaklah ia menjadikannya dua rakaat. (HR Ahmad, Muslim dan Tirmidzi).
Jika seorang makmum ragu apakah ia memulai salat dengan imam pada rakaat pertama atau rakaat kedua, maka ia menjadikannya pada rakaat kedua. Atau jika dia ragu apakah dia sempat satu rakaat atau tidak, maka rakaat yang diragukan itu tidak dihitung dan sebelum salam dia sujud sahwi.
Jika seseorang ragu apakah ia meninggalkan sebuah rukun salat, maka ia bagaikan meninggalkannya. Sehingga, ia harus melakukan rukun tersebut dan rukun-rukun setelahnya sebagaimana telah diterangkan di atas.
Jika seseorang ragu apakah ia meninggalkan sesuatu yang wajib dalam shalat, maka keraguan ini tidak dapat dianggap dan ia tidak perlu melakukan sujud sahwi. Demikian juga jika ia ragu apakah ia melakukan tambahan berupa sesuatu yang diwajibkan, karena hukum asalnya adalah tidak adanya tambahan.
Daftar Pustaka: Al-fauzan, Saleh bin. 2020. Ringkasan Fiqih Islam (Ibadah & Muamalah) Yogyakarta: Penerbit Mueeza.