Zakat dan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya memiliki keterikatan. Dalam kehidupan, masyarakat semestinya harus menyadari tentang kedudukan zakat. Hal ini berarti pula membutuhkan kesadaran bahwa agama telah sedari awal menancapkan pedoman bahwa ajaran yang dibawanya tidak hanya diperuntukkan untuk mengarahkan pada terbentuknya kesalehan spiritual saja, tapi juga kesalehan sosial.
Peranan Zakat dan Kesejahteraan Masyarakat
Tak hanya zakat, infak dan shadaqah juga merupakan ajaran agama yang memiliki kedua dimensi, antara kesalehan secara spiritual dan sosial. Dalam konteks ini, zakat juga tidak hanya sekedar dipahami sebagai proses ‘penyucian harta’ semata, atau sekedar memperilahatkan kepedulian sosial belaka, melainkan juga sebagai solusi persoalan keumatan dengan upaya menyentuh akar masalah dan dapat direalisasikan dengan kondisi keumatan masa kini.
Zakat dan Kesejahteraan Masyarakat dalam UUD 1945
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, tertuang pada pembukaan maupun di dalam batang tubuhnya, kalimat ‘memajukan kesejahteraan umum’ atau ‘rakyat miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara’ (Pasal 34 UUD 1945) merupakan amanah konstitusional kepada negara untuk menjamin kesejahteraan warganya. Negara memiliki tanggung jawab untuk merumuskan Langkah-langkah strategis bagi kesejahteraan warga dan cara-cara praktis untuk mengangkat martabat masyarakat.
Diperlukan Kerjasama untuk Bangun Peranan Zakat dan Kesejahteraan Masyarakat
Sisi tanggungjawab negara untuk menyejahterakan warga negara ini menjadi salah satu dasar pemikiran Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat. Zakat sendiri diyakini sebagai sumber eknomi yang cukup besar bagi negara dengan penduduk mayoritas muslim yang sejumlah besar di antaranya telah masuk kategori ‘wajib zakat’.
Akan tetapi agar potensi zakat bisa berjalan maksimal maka diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat dengan negara dalam rangka menciptakan kesejahteraan secara bersama-sama. Di satu sisi, masyarakat muslim adalah pihak yang memiliki kewajiban mengeluarkan zakat, di sisi lain negara memegang teguh amanah zakat untuk dikelola demi kepentingan masyarakat pula.
Baca juga: 5 Dasar Pentingnya Pengelolaan Zakat di Indonesia
Prinsip-prinsip Pengelolaan Zakat
Kekhawatiran Sebagian masyarakat mengenai kemungkinan pembatasan untuk berzakat itu tampaknya lebih didasarkan pada belum adanya pengetahuan dan pengalaman yang cukup memadai tentang penunaian zakat yang lebih terkelola secara well-managed.
Untuk menjawab kekhawatiran tersebut, Undang-Undang 23/2011 membangun prinsip-prinsip dasar atau asas-asa yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Asas-asa pengelolaan zakat itu antara lain:
- Syariat Islam
Pengelolaan zakat harus berdasarkan syariat Islam. Konsep dan mekanisme yang dipakai tidak boleh keluar dari syaraiat Islam. Dalam literatur hukum islam, zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan didistribusikan di dalam Al-Quran.
Firman Allah Ta’ala dalam Al-Quran, artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)
- Amanah
Pengelola dan pengelolaan zakat harus dapat dipercaya. Asas ini merupakan salah satu faktor yang mendasar bagi pengelolaan zakat. Pengelola zakat harus membangun kepercayaan agar masyarakat dapat mendistribusikan zakatnya melalui pengelola zakat.
- Kemanfaatan
Pengelolaan zakat diharapkan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi mustahik. Pengelolaan zakat tidak boleh dilakukan hanya untuk meraih kemanfaatan pihak pengelola semata.
- Keadilan
Pendistribusian zakat harus dilakukan secara adil Tidak hanya mencakup skala prioritas berdasarkan proporsinya, melakinkan juga kemampuan untuk merumuskan kebutuhan para mustahik secara faktual.
- Kepastian hukum
Dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki. Kepastian hukum bagi mustahik berdasarkan undang-undang dan peraturan hukum lainnya akan menjamin dan melindungi hak mereka mendapatkan zakat. Sementara bagi muzaki, terwujudnya ketenteraman batin atas kepastian jaminan keabsahan zakat yang telah ditunaikan.
- Terintegrasi
Pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpula, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
- Akuntabilitas
Pengelolaan zakat dipertangungjawabkan dan diakses oleh masyarakat. Asas ini sangat penting dan dapat mendorong tingkat kepercayaan masyarakat kepada Lembaga pengelola zakat.
Asas-asas tersebut merupakan amanah Undang-Undang dana harus dipenuhi oleh siapapun yang begerak dalam pengelolaan zakat.
Bagi sahabat yang ingin memberikan kontribusi dan bantu menyejahterakan masyarakat, dapat memulai dengan menunaikan zakat. Bayar zakat online semakin memudahkan, klik di sini.Â
Sumber: Direktorat Pemberdayaan Zakat. 2013. Standarisasi Amil Zakat di Indonesia. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI, Jakarta. 124 hal.