“Bagaimana tata cara shalat bagi orang sakit?”
Orang yang sakit merupakan salah satu golongan yang memperoleh keringanan dalam melaksanakan shalat, sehingga mereka yang sakit dapat shalat menyesuaikan dengan kemampuan mereka. Hal ini merupakan bagian dari kemudahan agama Islam; yang mana memberikan kemudahan (bukan kesulitan) bagi pemeluknya.
Allah SWT berfirman, artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (Al-Baqarah: 185).
Dalam ayat lainnya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah: 286).
Rasulullah bersabda: Jika aku perintahkan suatu perkara kepada kalian, maka laksanakan sesuai dengan kemampuan kalian.
Baca juga: Keutamaan Shalat Berjamaah di Masjid Bagi Muslim
Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit

Dalam keadaan bagaimanapun, shalat tidak boleh ditinggalkan. Orang yang sakit tetap harus melaksanakannya dengan berdiri. Jika memerlukan tongkat atau yang lainnya untuk bertumpu ketika berdiri, maka ia diperbolehkan untuk menggunakannya. Karena sesuatu yang tanpa nya kewajiban menjadi tidak sempurna, maka sesuatu tersebut pun hukumnya menjadi wajib.
Apabila seseorang yang sakit tidak mampu melaksanakan shalat dengan berdiri, jika seperti hal itu menyusahkannya, khawatir jika berdiri penyakitnya akan bertambah parah dan semakin lama sembuh, atau memang ia tidak mampu berdiri, maka ia dapat melaksanakan shalat dalam posisi duduk.
Para ulama telah sepakat bahwa orang yang tidak mampu berdiri dalam shalat fardu, maka ia melaksanakannya dengan duduk dan ia tidak wajib mengulangnya, hal itu tidak pula mengurangi pahalanya. Bentuk posisi duduknya adalah sesuai dengan yang bisa dan mudah dilakukan, karena syariat tidak memintanya untuk duduk dengan posisi tertentu, oleh karena itu duduk dalam bentuk apapun dibolehkan.
Jika seseorang yang sakit tidak mampu melakukan shalat dengan duduk, seperti jika duduk tersebut terlalu memberatkannya atau memang ia tidak mampu duduk, maka ia boleh melakukan shalat dengan merebahkan diri dalam posisi miring dan wajahnya menghadap kiblat. Sebaiknya posisi miring tersebut di atas sisi badannya sebelah kanan. Jika tidak ada orang yang mengarahkannya ke arah kiblat sedangkan ia tidak mampu melakukannya sendiri, maka ia melakukan shalat sesuai dengan kondisinya dan menghadap ke arah mana saja yang mampu ia lakukan.
Jika seseorang yang sakit tidak mampu melakukan shalat dengan merebahkan diri di atas salah satu sisi badannya, maka ia harus melakukannya dengan terlentang dan kedua kakinya jika mampu ke arah kiblat.
Jika orang yang sakit melakukan shalat dalam keadaan duduk namun ia tidak mampu bersujud di lantai, maka ia cukup menggerakkan kepalanya sebagai isyarat untuk sujud. Begitu juga orang yang melakukan shalat di atas sisi badannya atau terlentang, maka ia cukup menggerakkan kepalanya sebagai isyarat untuk rukuk dan sujud. Posisi kepala bantal sebagai isyarat sujud lebih rendah dari posisi sebagai isyarat rukuk. Jika orang yang sakit melaksanakan shalat dalam keadaan duduk dan ia mampu bersujud di atas lantai, maka ia wajib melakukannya dan tidak cukup menyediakan gerakan isyarat.
Dalil Keringanan Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit

Dalil kebolehan bagi orang yang sakit untuk melakukan shalat dengan cara yang disebutkan di atas, adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan para penyusun kitab sunan, dari Umran bin Hashin r.a., ia berkata, Dulu saya terkena sakit bawasir (ambeyen), lalu saya bertanya kepada Rasulullah, Maka Nabi bersabda:
“Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu maka shalatlah di atas sisi badanmu.”
Imam Nasa’i menambahkan dalam riwayat Hadis tersebut: Jika engkau tidak mampu maka dengan terlentang.
Allah berfirman: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (al-Baqarah: 286).
Kesalahan dalam Meninggalkan Kewajiban Shalat

Harus diperhatikan, bahwa merupakan kesalahan besar dari beberapa orang yang sakit dan orang-orang yang dioperasi ketika meninggalkan shalat dengan alasan tidak mampu melakukannya secara keseluruhan, atau tidak mampu berwudu atau juga karena pakaiannya terkena najis serta uzur-uzur lainnya. Karena seorang Muslim tidak boleh meninggalkan shalat jika ia tidak mampu melakukan sebagian syarat, rukun dan kewajibannya. Akan tetapi seorang muslim harus tetap melaksanakan shalat sesuai dengan kondisinya.
Allah berfirman: Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (QS. At-Taghaabun: 16).

Kedudukan perintah shalat dalam Islam sangat tinggi. Oleh karena itu, setiap muslim dituntut bahkan wajib baginya untuk melaksanakannya baik dalam keadaan sehat ataupun sakit. Kewajiban shalat tidak gugur pada orang yang sakit, akan tetapi ia tetap harus melakukan shalat sesuai dengan kondisinya. Maka seorang muslim wajib menjaga shalat tersebut sebagaimana diperintahkan oleh Allah.
Daftar Pustaka: Al-fauzan, Saleh bin. 2020. Ringkasan Fiqih Islam (Ibadah & Muamalah) Yogyakarta: Penerbit Mueeza