Landasan Hukum Zakat Perdagangan
Tentang Zakat Perusahaan

Date

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

“Adakah landasan hukum zakat perdagangan? Apa sajakah di antaranya?” Yuk, cari tahu bersama!

Pengertian Landasan Hukum Zakat Perdagangan

Zakat perdagangan/perniagaan adalah zakat yang dikeluarkan dari harta niaga. Harta niaga adalah harta atau aset yang diperjualbelikan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, dalam harta niaga harus ada dua motivasi, yaitu

1) motivasi untuk berbisnis (diperjualbelikan), dan

2) motivasi mendapatkan keuntungan.

Landasan Hukum Zakat Perdagangan

Apabila tidak ada dua motivasi tersebut, maka tidak termasuk dalam harta atau aset niaga. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam menghitung zakat perniagaan adalah membedakan antara aset niaga dan bukan aset niaga, jika termasuk aset niaga maka harus dizakati, tetapi jika tidak termasuk maka tidak wajib dizakati.

Baca juga: Konsep Zakat dan Kemiskinan Menurut Al-Qur’an

Landasan Hukum Zakat Perdagangan

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qardhawi bahwa maal tijarah adalah setiap harta yang digunakan untuk bisnis/investasi (untuk mendapatkan keuntungan). Beliau mendefinisikan maal tijarah sebagai berikut.

“Setiap sesuatu yang digunakan untuk jual beli (profit).”

Misalnya, jika ada seseorang yang jual rumah atau tanah hanya sekali saja atau membeli tanah tidak untuk diperjualbelikan melainkan hanya untuk saving, maka tidak termasuk aset niaga. Oleh karena itu, tidak wajib dizakati. Akan tetapi, jika menjual atau membeli rumah kemudian beli untuk dijual lagi dan begitu seterusnya dengan dua motivasi tersebut, maka yang demikian itu termasuk harta niaga. Oleh karena itu, wajib dizakati. Di antara yang termasuk aset perniagaan adalah tanah yang diperjualbelikan dan aset yang belum terjual, seperti aset inventori yang barangnya masih di dalam gudang.

 

‘Illat Maal Tijarah (Aset Niaga) Landasan Zakat Perdagangan

‘Illat yang terkandung dalam aset niaga sebagai harta wajib zakat adalah nama’ (menghasilkan profit).’ Illat ini berlaku dalam tijarah bahkan lebih kental daripada zakat emas dan perak karena tidak sekadar bisa dijadikan modal investasi sebagaimana emas dan perak (naqdain), tetapi dalam aset niaga harta itu dikelola dan menghasilkan keuntungan.

Zakat emas dan perak (naqdain) memiliki kesamaan dengan zakat tijarah, yaitu keduanya adalah modal. Perbedaannya, ketika modal itu tidak dikeIola, maka menjadi zakat naqdain. Akan tetapi, jika dikeIola maka menjadi zakat tijarah.

Landasan Hukum Zakat Perdagangan/ Zakat Tijarah

Landasan Hukum Zakat Perdagangan

  1. Al-Quran

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik” (QS Al-Baqarah [2] · 267)

Mayoritas ulama menyepakati bahwa yang dimaksud dengan “kasabtum” dalam ayat di atas ialah perniagaan, industri, emas, atau perak. Namun, ulama seperti Imam al-Qurthubi, Imam ath-Thabari, dan Imam al-Bukhari menafsirkan lafadz ma kasabtum dalam ayat di atas ialah tijarah. Maksudnya, tunaikanlah zakat dari setiap hasil dari perniagaanmu.

  1. Sunnah

“Dari Samrah bin Jundab ia berkata, amma ba’du, ‘Sesungguhnya Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan zakat dari yang kami persiapkan untuk berjual beli (berniaga).” (HR Abu Dawud, hadis mukhtalaf fih, dan Imam Malik dalam Al-Muwatho’)

 

  1. Ijma’

ljma’ sahabat dan tabi’in, seperti pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abdul Aziz, tidak satu pun yang berbeda pendapat dan melarang zakat perdagangan ini.

 

  1. Qiyas

Yaitu meng-qiyas-kan antara zakat tijarah (perniagaan) dan naqdain (emas dan perak), yakni keduanya ialah harta berkembang.

Sebagai catatan, tidak ada nash baik Al-Qur’an maupun Al-hadis yang menyebutkan secara jelas tentang zakat tijarah. Berbeda dengan zakat nuqud (emas dan perak) yang telah disebutkan dan dijelaskan dalam AlQur’an dan Al-Hadis. Oleh karena itu, ketentuan hukum zakat perniagaan di-qiyas-kan (yang tidak ter-manshush) dengan zakat nuqud (zakat yang termanshush). Maka nisab dan kadar wajib zakat perniagaan disamakan dengan zakat emas dan perak. Ibnu Rusyd mengatakan, aset yang digunakan untuk investasi itu bertujuan untuk profit (tanmiah), ini sama seperti pertanian, hewan, dan emas.

 

Sehingga zakat perdagangan/zakat tijarah diwajibkan berdasarkan landasan hukum Al-Qur’an, Al-Hadis, ljma’, dan Qiyas.

 

Daftar Pustaka: Sahroni, dkk. (2020). Fikih Zakat Kontemporer. Depok: Rajawali Pers

More
articles